REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Intermittent fasting atau puasa intermiten merupakan sebuah pengaturan pola makan yang banyak dimanfaatkan orang untuk menurunkan berat badan. Siapa sangka, metode diet ini juga berpotensi membantu terapi pengobatan pasien diabetes tipe 2.
Puasa intermiten merupakan pengaturan pola makan yang terdiri atas jendela makan dan jendela puasa. Orang-orang yang menerapkan puasa intermiten hanya dapat mengonsumsi makanan dan minuman berkalori pada jam tertentu atau jendela makan yang ditentukan. Sedangkan minuman tak berkalori seperti air putih atau teh tanpa gula dapat diminum sepanjang waktu.
Salah satu pembagian jendela makan dan jendela puasa yang populer dalam puasa intermiten adalah 8 jam makan dan 16 jam puasa. Sebagai contoh, jendela puasa berlaku dari jam 18.00-10.00 lalu jendela makan berlaku pada jam 10.00-18.00 dalam satu hari.
Durasi waktu makan yang lebih pendek dapat membuat orang-orang mengonsumsi lebih sedikit makanan. Dengan begitu, penurunan berat badan bisa terjadi.
Menurut studi terbaru dalam jurnal //JAMA//, penerapan puasa intermiten dengan jendela makan selama delapan jam sehari juga bisa bermanfaat bagi penyandang diabetes tipe 2. Studi ini melibatkan orang dewasa penyandang diabetes tipe 2 dan obesitas sebagai partisipan.
Sebagian partisipan diminta untuk menjalani puasa intermiten dengan jendela puasa selama 16 jam dan jendela makan selama delapan jam per hari. Selama enam bulan, para partisipan ini hanya diperbolehkan untuk makan dari 12.00 siang hingga jam 20.00 malam.
Ada pula partisipan yang diminta untuk menjalani diet restriksi kalori tanpa menjalani puasa intermiten. Sedangkan partisipan lainnya merupakan kelompok kontrol yang tidak menerapkan puasa intermiten atau pun pengurangan asupan kalori.
Selama studi berlangsung, tim peneliti melakukan sejumlah pengukuran dan tes terhadap seluruh partisipan. Beberapa pengukuran dan tes yang dilakukan adalah pengukuran berat badan dan tes gula darah.
"Sebelum studi kami, sangat sedikit (studi) yang berfokus pada diet ini dan penyandang diabetes tipe 2," ujar profesor di bidang ilmu gizi dari University of Illinois, Prof Krista Varady PhD, seperti dilansir //WebMD// pada Senin (13/11/23).
Hasil studi menunjukkan bahwa para partisipan yang menjalani puasa intermiten mengonsumsi kalori lebih sedikit dari biasanya. Asupan kalori harian mereka berkurang sekitar 300-500 kalori per hari. Sebagai perbandingan, partisipan yang menerapkan diet restriksi kalori hanya mengurangi asupan kalori harian mereka sekitar 200 kalori per hari.
Kabar baiknya, partisipan yang menjalani puasa intermiten maupun diet restriksi kalori sama-sama menunjukkan perbaikan pada hasil tes gula darah mereka. Tes HbA1c mereka umumnya mengalami penurunan sekitar 1 poin, dari 8 poin menjadi 7 poin. Penyandang diabetes bisa mencapai remisi bila kadar HbA1c mereka di bawah 6.5.
Tim peneliti juga mengungkapkan bahwa para penyandang diabetes tipe 2 umumnya memiliki tubuh obesitas. Dalam studi ini misalnya, rerata indeks massa tubuh para partisipan adalah 39.
"Itu sangat tinggi, sehingga penurunan berat badan menjadi bagian dari terapi yang direkomendasikan untuk kelompok ini," jelas //associate program director// sekaligus //endocrinology fellow// dari Johns Hopkins University, Dr Daisy Duan MD.
Menurut Dr Duan, penyandang diabetes tipe 2 yang obesitas bisa memperoleh manfaat yang besar dengan menurunkan berat badan. Menurut Dr Duan, penurunan berat badan pada kelompok ini dapat membantu mengontrol kadar gula darah dan mengurangi jumlah obat yang perlu dikonsumsi oleh penyandang diabetes tipe 2.
Cara terbaik bagi penyandang diabetes tipe 2 untuk menurunkan berat badan adalah mengombinasikan pengaturan pola makan dan olahraga rutin. Pengaturan pola makan ini bisa berupa puasa intermiten, diet restriksi kalori, atau jenis pengaturan pola makan lainnya.
Sebagian penyandang diabetes mungkin akan lebih cocok dengan metode puasa intermiten, namun sebagian lainnya tidak. Yang terpenting, jenis diet atau pengaturan pola makan yang mereka jalani aman dan tidak membahayakan. "Secara klinis, kami menyatakan bahwa diet terbaik untuk penyandang diabetes adalah diet yang mampu mereka jalani dengan tertib," ujar Dr Duan.
Terkait keamanan, tim peneliti sempat merasa khawatir metode puasa intermiten akan membuat penyandang diabetes tipe 2 lebih rentan terhadap hipoglikemia. Akan tetapi, tingkat kejadian hipoglikemia di antara partisipan yang menjalani puasa intermiten tidak berbeda dengan partisipan yang menjalani diet restriksi kalori dan partisipan dalam kelompok kontrol.