Senin 13 Nov 2023 10:27 WIB

Israel Kepung 750 Keluarga di Hebron Lebih dari Sebulan

Warga di Hebron telah berada di bawah jam malam sejak 7 Oktober 2023

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Salah satu sudut kota Hebron.
Foto: Rusidan Lubis
Salah satu sudut kota Hebron.

REPUBLIKA.CO.ID, HEBRON -- Kelompok masyarakat Israel mengatakan ribuan warga Palestina di Area H2 Hebron telah berada di bawah jam malam sejak dimulainya perang Israel-Hamas, yang disebut sebagai 'hukuman kolektif'.

Militer Israel telah memberlakukan jam malam, yang kini hampir 24 jam sehari, di 11 lingkungan keluarga Palestina di Area H2 di Hebron, Tepi Barat yang diduduki, sejak permusuhan dengan Hamas dimulai pada 7 Oktober lalu, demikian kelompok hak asasi manusia Israel, B'tselem, mengatakan pada hari Ahad (12/11/2023).

Baca Juga

LSM B'tselem tersebut mengatakan bahwa, selama lebih dari sebulan, toko-toko dan bisnis Palestina di wilayah yang dikepung dan dikuasai militer Israel, telah ditutup. Sementara sekitar 750 keluarga, yang terdiri dari ribuan orang, telah "dipenjara di rumah". Organisasi ini menuduh pihak berwenang Israel menjatuhkan "hukuman kolektif" kepada penduduk Tepi Barat yang diduduki Israel di saat perhatian dunia beralih ke perang di Gaza.

"Tidak ada pembenaran untuk menahan ratusan orang di bawah larangan bergerak, dikurung di rumah selama berminggu-minggu," kata organisasi itu dalam sebuah pernyataan.

"Israel mengambil keuntungan dari fakta bahwa perhatian lokal dan internasional saat ini sedang dialihkan dari Tepi Barat untuk memberlakukan langkah-langkah yang luas yang merupakan hukuman kolektif, yang dilarang oleh hukum internasional. Tindakan ini merupakan bagian integral dari rezim apartheid Israel, yang paling mencolok terlihat di Hebron," kata pernyataan itu.

B'tselem mengatakan bahwa, setelah memberlakukan jam malam penuh selama dua pekan. Militer Israel pada tanggal 21 Oktober mulai mengizinkan warga untuk meninggalkan rumah mereka, hanya pada hari Ahad, Selasa, dan Kamis, selama satu jam di pagi hari dan satu jam lagi di malam hari.

Namun, ketika warga Palestina meninggalkan rumah mereka, mereka harus melewati pos pemeriksaan dan mengalami perlakuan yang memalukan dari tentara Israel, termasuk penggeledahan tubuh.

Penggeledahan semacam itu menghabiskan sebagian besar waktu satu jam tersebut, yang membuat banyak warga Palestina terkunci di luar wilayah dan rumah mereka sampai pos pemeriksaan dibuka kembali.

"Jam malam benar-benar mengganggu kehidupan di Area H2. Warga tidak bisa pergi ke tempat kerja dan sekolah atau mengunjungi keluarga, dan semua bisnis tutup. Mereka hidup dalam ketidakpastian, tanpa tahu kapan mereka akan kembali normal," kata kelompok hak asasi manusia itu.

"Sementara itu, para pemukim di Hebron menikmati kebebasan penuh untuk bergerak, yang mereka gunakan untuk melecehkan penduduk dan merusak properti mereka."

Dalam sebuah kesaksian kepada B'Tselem, Arij al-Ja'bari, seorang ibu lima anak berusia 41 tahun dari lingkungan a-Ras di Hebron, mengatakan bahwa mereka dibangunkan pada 7 Oktober oleh megafon tentara yang mengumumkan jam malam di kota itu.

"Sejak jam malam dimulai, sesekali tentara naik ke atap rumah kami di malam hari, berteriak dan membangunkan kami. Mereka mencoba membuka pintu beberapa kali," katanya seperti dikutip.

Dia mengatakan bahwa mereka kehabisan air dua hari setelah jam malam dimulai, memaksa mereka untuk meminjam air dari tetangga selama lebih dari 10 hari.

"Hidup kami menjadi tak tertahankan. Mental saya sangat buruk. Kami makan satu atau dua kali sehari dan sangat berhemat dengan air. Rumah kami telah menjadi penjara. Kami tidak diizinkan membuka jendela dan pintu, pergi ke halaman atau naik ke atap.

"Saya juga merindukan orang tua saya. Mereka tinggal di dekat pemukiman Giv'at Ha'avot dan juga tidak diizinkan keluar masuk. Kami berbicara melalui telepon, tapi itu tidak sama."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement