Selasa 14 Nov 2023 01:17 WIB

Musim Dingin di AS akan Lebih Hangat Dampak dari Perubahan Iklim

Musim dingin akan lebih hangat, meskipun tetap akan terasa hawa dingin.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Musim dingin di AS akan memiliki suhu lebih hangat meskipun tetap terasa dingin.
Foto: www.pixabay.com
Musim dingin di AS akan memiliki suhu lebih hangat meskipun tetap terasa dingin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belakangan ini, banyak informasi beredar di media sosial bahwa musim dingin di AS yang akan datang (2023-2024) akan sangat buruk. Namun hal itu dibantah oleh para ahli meteorologi atau cuaca.

Faktanya, Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) memperkirakan sebagian besar wilayah AS akan lebih hangat dari biasanya. Namun, musim dingin akan tetap terjadi, dimana Bumi berputar pada sumbu miring, yang berarti Belahan Bumi Utara menerima lebih sedikit sinar matahari di tengah musim dingin.

Baca Juga

"Secara keseluruhan, selama musim dingin, mungkin akan lebih hangat dari musim dingin biasanya. Tapi tetap saja akan terasa dingin. Anda masih akan mengalami wabah Arktik dan hawa dingin,” kata Jon Gottschalck, kepala Cabang Prediksi Operasional di Pusat Prediksi Iklim NOAA, seperti dilansir Mashable pada Senin (13/11/2023).

Menurut prakiraan NOAA untuk musim dingin 2023-2024, beberapa daerah termasuk Alaska, Pasifik Barat Laut, dan New England bagian utara, berpeluang besar untuk mengalami musim dingin yang lebih hangat dari rata-rata.

Sejumlah faktor mempengaruhi perkiraan musim dingin yang akan datang. Beberapa faktor utama meliputi El Nino, yang merupakan pola iklim samudra di mana suhu yang lebih hangat di Samudra Pasifik dan secara signifikan memengaruhi cuaca di AS. Selama tahun-tahun El Nino, AS bagian utara dan Kanada sering kali lebih kering dan lebih hangat daripada biasanya, dan secara keseluruhan lebih banyak udara dari Samudra Pasifik, bukan dari Kutub Utara, yang melintasi AS.

“Hal ini memoderasi suhu. Kondisi El Nino juga mendorong badai lebih jauh ke selatan, menghasilkan kondisi yang lebih basah dari biasanya di bagian selatan 48 negara bagian, yang tercermin dalam perkiraan musim dingin tahun ini,” jelas Gottschalck.

Faktor lain yang memengaruhi adalah peningkatan suhu dan perubahan iklim. Suhu dasar bumi terus meningkat seiring dengan meningkatnya gas karbon dioksida yang memerangkap panas di atmosfer. NASA mencatat, saat ini tingkat CO2  berada pada level tertinggi dalam setidaknya 800 ribu tahun, tetapi kemungkinan besar dalam jutaan tahun.

Akibatnya, beberapa tahun dan dekade terakhir ini menjadi semakin panas. Sembilan tahun terakhir merupakan tahun-tahun terpanas sejak pencatatan modern dimulai pada tahun 1880, menurut NASA.

“Oleh karena itu, prakiraan musim dingin menjadi lebih hangat, sangat dipengaruhi oleh tren kenaikan suhu jangka panjang. Hal itu tidak bisa diabaikan,” kata Gottschalck.

Prakiraan musiman NOAA tidak membuat prediksi cuaca harian atau mingguan, karena ahli meteorologi membutuhkan pengamatan cuaca global yang lebih baru untuk prakiraan yang dekat, dan ada batasan seberapa jauh cuaca di masa depan dapat diprediksi. Tetapi sangat berguna bagi banyak industri yang ingin membuat rencana terbaik untuk kondisi cuaca yang paling mungkin terjadi. Sebagai contoh, kemungkinan akan turun hujan di wilayah Tenggara pada musim dingin ini.

"Prospek ini memberikan panduan penting tentang musim yang akan datang untuk banyak industri dan sektor ekonomi kita, mulai dari produsen energi, pasar komoditas, kepentingan pertanian, hingga pariwisata," ujar Sarah Kapnick, kepala ilmuwan NOAA, dalam sebuah pernyataan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement