REPUBLIKA.CO.ID, Zionis Israel sejatinya adalah sebuah rezim apartheid, justru telah lama disampaikan oleh arsitek apartheid Afrika Selatan, Hendrik Verwoerd. Kala itu, pada 1961, Verwoed yang menjabat perdana menteri Afrika Selatan, mengecam Israel di PBB. Pasalnya, di sidang PBB, Israel memberikan suara menentang politik apartheid.
"Israel tidak konsisten dengan sikap nya… Mereka mengambil Israel (Palestina, Red) dari orang Arab setelah orang Arab hidup di sana ribuan tahun. Dalam soal itu, saya setuju dengan mereka. Israel, seperti halnya Afrika Selatan, adalah sebuah negara apartheid." katanya seperti dikutip artikel bertajuk Israel and the Apartheid Analogy di laman Wikipedia.
Sejak pernyataan Verwoed itulah, banyak sumber yang kemudian menggu nakan analogi partheid dalam penelitian mereka tentang konflik Israel Palestina. Dan, tembok pemisah yang dibangun Israel, dianggap merupakan gambaran paling lengkap dari politik apartheid Israel.
Total panjang tembok pemisah yang dibangun Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza adalah 760 kilometer: 700 kilometer di Tepi Barat-termasuk Yerusalem Timur-- dan 60 kilometer di Jalur Gaza. Ditambah 10 kilo meter tembok yang dibangun Mesir dan Amerika di Rafah, untuk memblok Gaza dari Mesir, maka total panjang tembok itu adalah 770 kilometer.
Tembok Berlin yang pernah memisah kan Jerman Barat dan Jerman Timur, sangat jauh dibanding "apartheid wall" yang di bangun Israel. Sebab, total panjang Tembok Berlin hanya 155 kilometer, sedangkan Israel membangun tembok yang panjangnya lima kali lipat.
Baca juga: Mengapa Malaikat Jibril Disebut Ruh Kudus dalam Alquran?
Bila cerita ini dilanjutkan, lebih seram lagi. Sebab, bila menengok ke Jalur Gaza, yang terlihat di sana bukan hanya bantustan, tapi ghetto dan penjara besar yang lebih bengis.
"Gaza adalah Warsawanya Israel, sebuah kamp konsentrasi yang luas, yang memen jarakan dan memblokade orang Palestina, membunuh mereka perlahan-lahan dengan kekurangan pangan, penyakit, dan keputusasaan, sebelum kemudian dibunuh dengan cepat oleh bom-bom Israel. Kita semua men jadi saksi dari sebuah genosida yang berlang sung perlahan-lahan," kata Profesor William Robinson, sosiolog Universitas California.