REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman mengatakan kebijakan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) akan memulihkan diferensial imbal hasil surat utang (obligasi) yang sudah turun relatif tajam.
"Dalam hemat kami, kenaikan suku bunga BI ini tujuannya adalah untuk merestorasi terutama diferensial imbal hasil obligasi yang turun tajam akibat kenaikan imbal hasil US treasury," kata dalam konferensi pers "Economic Outlook & Pemaparan Kinerja Keuangan Citi Indonesia Kuartal III-2023" di Jakarta, Senin (13/11/2023).
Ia mengatakan, kondisi keseimbangan pasar valuta asing (valas) di Indonesia terpengaruh akibat level suku bunga Amerika yang meningkat cukup tajam dibandingkan sebelumnya. Peningkatan itu berdampak pada arus dana keluar dari para pelaku dalam negeri (residen), salah satunya pembayaran utang luar negeri dari korporasi-korporasi domestik.
"Banyak perusahaan memilih membayar utang luar negeri dan sebagai dibiayai kembali melalui pinjaman domestik," katanya.
Selain itu, sumber tekanan bagi neraca pembayaran juga berasal dari arus modal keluar investor asing dalam beberapa bulan terakhir yang terjadi di saat imbal hasil bunga obligasi Amerika meningkat. Hal itu berdampak pada menurunnya diferensial dengan imbal hasil obligasi negara di Indonesia.
Helmi menjelaskan, platform Citi secara global mencatat sepanjang tahun berjalan pada 2023 ini, terjadi arus modal keluar atau capital outflow dari keseluruhan negara berkembang. Capital outflow dari Asia, kata dia, lebih besar atau cukup tajam dibandingkan dengan negara-negara di Amerika Latin.
Ironisnya, kata dia, capital outflow yang lebih besar dari Asia ini terjadi karena inflasi di Asia pada 2022 akibat kenaikan harga komoditi dunia relatif terkendali.
Inflasi yang terkendali ini membuat kenaikan suku bunga di Asia tidak sebesar seperti Amerika Latin. Sehingga ketika kondisi inflasi saat ini sama-sama sedang menurun, maka terlihat bahwa diferensial suku bunga di Asia dengan Amerika itu relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Amerika Latin.
"Maka kami melihat outflow dari emerging market itu relatif lebih besar dibandingkan dengan region lain seperti di Amerika Latin," kata dia.
Helmi mengatakan, ke depan, BI sudah menaikkan suku bunga acuan dan pihaknya melihat bahwa BI melanjutkan dengan menaikkan suku bunga lebih besar untuk operasi pasar terbuka yang berjangka waktu lebih panjang (6, 9, dan 12 bulan) dibandingkan sebelumnya sebesar 25 basis poin.
"Ini akan merestorasi imbal hasil obligasi yang turun tajam dalam beberapa bulan terakhir," katanya.
Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 18-19 Oktober 2023 menetapkan kenaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen.
Selain itu, BI juga menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 6,75 persen.