REPUBLIKA.CO.ID, JEPARA -- Hingga berakhirnya pekan kedua November 2023, kawasan darat di Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, belum kunjung diguyur hujan.
Warga setempat menyebut, fenomena cuaca di kawasan kepulauan yang berjarak 88 kilometer arah utara Jepara ini juga mengakibatkan anomali musim baratan.
Di mana angin akan bertiup dari arah barat ke timur sepanjang sepajang musim atau warga juga mennyebutnya dengan musim paceklik karena cuaca kurang ramah bagi aktivitas di perairan (laut).
“Biasanya, di November seperti ini sudah masuk musim baratan, tetapi ini masih kering,” ujar Ambon, warga Desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Senin (13/11) malam.
Mestinya, menurut Ambon, masa pancaroba musim sudah berlagsung dan kawasan Karimunjawa sudah masuk musim baratan. Tetapi saat ini cuaca masih teduh belum ada tanda-tanda memasuki musim baratan di semua wilayah Karimunjawa.
Disinggung persiapan dalam menghadapi musim penghujan dan musim baratan, Ambon menyampaikan warga di beberapa pulau berpenghuni tidak ada persiapan khusus.
Namun bagi para nelayan dan pemilik perahu, puncak musim baratan umumnya menjadi waktu yang tepat untuk melakukan berbagai perbaikan serta perawatan.
Karena aktivitas nelayan di laut lepas dipastikan akan berkurang dan sudah menjadi kearifan warga Karimunjawa setiap musim baratan akan mengurangi aktivitas nelayan di laut.
Sebab biasanya cuaca di laut maupun di daratan akan sangat tidak bersahabat. “Biasanya itu akan berlangsung pada bulan-bulan Desember hingga Februari,” katanya.
Berdasarkan catatan Republika, cuaca buruk yang terjadi pada awal Januari 2023 lalu mengakibatkan pasokan BBM ke Karimunjawa terhambat oleh gelombang laut yang tinggi.
Pada saat yang sama generator pembangkit di PLTD Legon Bajak juga mengalami gangguan. Sehingga dukungan pengiriman BBM dan bantuan generator mobile harus diberikan ke Karimunjawa melalui jalur laut menggunakan KRI Makassar 590..