REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Indonesia saat ini, ada 4,8 juta perempuan yang sedang merapatkan barisan dalam pertarungan melawan infertilitas. Satu di antara mereka adalah Ketua Komisi I DRP Meutya Viada Hafid, yang baru saja merilis buku 'LYORA: Keajaiban yang Dinanti'.
Dia berani menceritakan perjalanan pribadinya meraih keajaiban setelah 10 kali percobaan bayi tabung. Selain membagikan perasaan putus asa yang mengiringi setiap upaya bayi tabung yang gagal, Meutya juga menyoroti pentingnya perubahan dalam pendekatan masyarakat dan pemerintah terhadap infertilitas.
Perjalanan dimulai saat Meutya yang berumur 37 tahun, menjalani program bayi tabung IVF bersama sang suami Noer Fajrieansyah. Politikus Partai Golkar tersebut empat tiga kali hamil, tetapi keguguran karena janin dan embrio tidak berkembang dengan baik.
Di tengah perjuangan pribadi ini, Meutya bertemu dengan Dr dr Ivan R Sini, selaku CEO Morula IVF Indonesia, yang memberikan panduan berharga dalam perjalanan ini. Bersama Ivan, Meutya dan suami memutuskan untuk tidak menyerah dan terus mencoba prosedur bayi tabung, diiringi pendekatan perawatan yang holistik berfokus kesehatan fisik serta mental dan emosional.
"Alhamdulillah, akhirnya saya berhasil hamil pada usia 44 tahun dan dikarunia putri bernama Lyora Shaqueena Ansyah," ujar Meutya di Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Berbekal pengalaman berharga tersebut Meutya menjadi lebih vokal tentang perjuangannya. Dia pun memutuskan menggunakan pengalamannya untuk membantu banyak pasangan lain yang berharap untuk memiliki anak.
Eks presenter televisi tersebut menyerukan tindakan nyata dan perubahan sikap masyarakat dan pemerintah terhadap infertilitas. Menurut Meutya, masalah fertilitas atau kesuburan hingga saat ini belum termasuk masalah kesehatan yang ditanggung atau dibantu oleh pemerintah.
"Padahal infertilitas secara resmi telah diakui sebagai penyakit oleh WHO, dan kesehatan reproduksi merupakan hak setiap warga negara. Dengan demikian, sudah seharusnya negara seharusnya hadir untuk mendukung pengobatan infertilitas," kata Meutya.
Dia pun mengajak semua pihak untuk bersama-sama memperjuangkan hak-hak pasangan yang sulit mendapatkan keturunan. Dengan memperhatikan isu ini, kata Meutya, pemerintah diharapkan dapat lebih aktif dalam menyediakan akses terhadap perawatan infertilitas dan mengakui pentingnya kesehatan reproduksi sebagai hak asasi manusia.
Meutya berharap, bukunya dapat menjadi sumber inspirasi dan pemahaman yang lebih baik tentang perjuangan pasangan yang sulit mendapatkan keturunan di Indonesia.