Rabu 15 Nov 2023 02:49 WIB

Pendidikan Vokasi Dinilai Perlu Relevan dengan Pembangunan Ekonomi

Tiga tahun terakhir, Kemendikbudrsitek mencoba membuka sekat-sekat pendidikan vokasi.

Para peserta diskusi hibrida bertajuk Mendukung Kekuatan Ekonomi Nasional Melalui Tumpuan Pendidikan Vokasi di Jakarta, Selasa (11/12/2023), yang digelar Study Club CEMPAKA bekerja sama dengan Direktorat Kemitraan dan Penyelarasaan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI), Kemendikbudristek, Universitas Yarsi, dan Meeting.ai.
Foto: dokpri
Para peserta diskusi hibrida bertajuk Mendukung Kekuatan Ekonomi Nasional Melalui Tumpuan Pendidikan Vokasi di Jakarta, Selasa (11/12/2023), yang digelar Study Club CEMPAKA bekerja sama dengan Direktorat Kemitraan dan Penyelarasaan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI), Kemendikbudristek, Universitas Yarsi, dan Meeting.ai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia berpotensi menjadi negara maju dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Salah satu yang perlu dipersiapkan yakni mengoptimalkan sumber daya manusia dengan meningkatkan kemampuan dan produktivitasnya di dunia kerja. 

Pendidikan vokasi diharapkan jadi tumpuan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi tinggi yang mendorong lebih banyak penciptaan lapangan pekerjaan.

Persoalan ini dibahas dalam diskusi hibrida bertajuk 'Mendukung Kekuatan Ekonomi Nasional Melalui Tumpuan Pendidikan Vokasi' di Jakarta, Selasa (11/12/2023), yang digelar Study Club CEMPAKA bekerja sama dengan Direktorat Kemitraan dan Penyelarasaan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI), Kemendikbudristek, Universitas Yarsi, dan Meeting.ai.

Hadir sebagai pembicara yakni Pelaksana Tugas Direktur Kemitraan dan Penyelerasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI), Ditjen Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek Uuf Brajawidagda; Direktur Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam; Direktur ASTRAtech Ricardus Henri Paul; dan Direktur Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia Padang Wicaksono, serta penanggap Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal.

Uuf Brajawidagda mengatakan pendidikan vokasi perlu sellau relevan dengan pembangunan ekonomi, baik sectoral semisal ada politeknik manufaktur atau kesehatan. "Pendidikan vokasi stay relevant. Kita beri bekal para siswa fleksibel untuk mengantisipasi perkembangan zaman," kata Uuf. 

Pendidikan vokasi di Indonesia saat ini mencakup sekitar 14 ribu SMK, 2.000 program studi vokasi, dan 273 Politeknik dan Akademi Komunitas, 17 ribu lembaga pelatihan dan kursus. Kehadiran lembaga vokasi ini dapat dikaitkan dengan agenda pembangunan ekonomi sehingga stay relevant dengan agenda ekonomi nasional dan daerah.

Menurut Uuf, tiga tahun terakhir, Kemendikbudrsitek mencoba membuka sekat-sekat pendidikan vokasi. Lembaga kursus dan pelatihan memiliki program PKK dan PKW, di level SMK ada SMK Pusat Keunggulan dan pemadanan dukungan, sehingga di peguruan tinggi vokasi ada matching fund.

Ada juga program lain dengan membuat ekosistem kemitraan di daerah. "Jadi, Mitras DUDI mendorong pemanfataan sekat-sekat yang makin terbuka di satuan pendidikan untuk menjadi kemitraan di daerah guna menggali potensi di daerah sehingga bisa berkontibusi di daerah," kata Uuf.

Uuf mengatakan tantangan dalam pendidikan vokasi untuk makin menarik dan berkualitas. Seperti di Singapura, politeknik diakui sebagai 'saus rahasia ekonomi' Singapura.

Sementara itu, Piter Abdullah Redjalam mengatakan untuk menjadi negara maju, Indonesia harus meningkatkan pendapatan per kapita di atas 13 ribu dolar Amerika Serikat (AS) dari saat ini masih 4.000 dolar AS. 

"Tidak mudah untuk meningkatkan menjadi negara maju karena dibutuhkan pertumbuhan ekonomi luar biasa. Untuk jadi negara maju butuh pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen selama 10-15 tahun ke depan Selama era Presiden Jokowi, pertumbuhan rata-ratal lima persen. Namun, potensi untuk maju itu ada karena Indonesia punya sumber daya alam, dan bonus demografi," ujar Piter.

Agar bonus demografi mendukung pertumbuihan ekonomi, ujar Piter, harus ada lapangan pekerjaan yang cukup, jangan terjadi ledakan pengangguran. Tiap pertumbuhan ekonomi satu persen menyerap sekitar 250 ribu angkatan kerja. Jika lima persen, berarti hanya sekitar 1,25 juta lapangan kerja formal. Padahal, pertumbuhan angkatan kerja mencapai tiga juta. Bahkan, embaga Demografi UI mengatakan sudah empat juta. 

Piter meyakini pendidikan vokasi yang mengutamakan skill akan mendukung pemanfaatan bonus demografi. Namun, perlu dipastikan skill yang dimiliki lulusan selaras dengan industri.

"Bukan gelar lagi yang dikejar, tapi kemampuannya pada bidang-bidang tertentu tertentu sehingga industri mudah menyerap lulusan," ujar Piter.

Direktur ASTRAtech Ricardus Henri Paul mengatakan kunci keberhasilan pendidikan vokasi yakni adanya ekosistem yang mendukung. Untuk link and match cair karena terkait dengan industri, dosen praktisi juga banyak Selain itu, berbagi keahlian dari para praktisi dan review kurikulum bersama, dan karakter juga dibentuk. 

Pendidikan vokasi dengan model Astratech Dual System berjalan. Pada tahun awal, para mahasiswa membuat produk yang sama seperti di industri, lalu tahun ketiga dan keempat magang atau apprenticeship sehingga siap kerja. Bahkan untuk penilaian akhir, dari sisi dukungan pada produktivitas industri.

"Suasana industri itu sudah dirasakan mahasiswa sejak awal. Dengan demikian mereka siap unutk bekerja dnegan karakter yang dibutuhkan industri," kata Paul.

Direktur Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia Padang Wicaksono mengatakan lulusan vokasi di UI ada yang nol bulan menunggu masa kerjanya. Jika program studi sesuai kebutuhan pasar, permintaan tenaga kerja tinggi, bahkan sebelum lulus mahasiswa sudah mendapat tawaran kerja. 

Pada tahun 2023, tiga program studi terpopuler masa tunggu lulusan nol bulan di program voaksi UI yakni manajemen rekod dan arsip, administrasi perpajakan, dan okupasi terapi. Dengan teaching factory, kecakapan hard skills dan soft skills mahasiswa dibangun sejak di kampus. 

Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal mengatakan keselarasan atau link and match pendidikan vokasi dan industri harus diwujudkan. Pendidikan vokasi harus memastikan lulusan yang memiliki kemampuan berpikir analitis, siap untuk terus dilatih atau terus belajar, dan kuat dalam soft skills yang dibutuhkan dalam dunia kerja.

"Karena itu, perlu untuk dipetakan mana yang menjadi tanggung jawab institusi pendidian, transisi dari pendidikan ke dunia kerja, dan ketika di dunia kerja," kata Fasli. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement