REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG—Saber Pungli Kota Bandung menggelar sosialisasi pencegahan pungutan liar kepada seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.
Ketua Pokja Pencegahan Saber Pungli Kota Bandung, Riki Fahdiar menerangkan, melalui sosialisasi ini, Saber Pungli dapat memberikan informasi tentang upaya pencegahan dan tata cara pemberantasan pungutan liar yang melibatkan semua instansi baik pemerintah maupun swasta.
"Tujuannya mewujudkan komitmen kita bersama untuk terus berupaya memberantas pemungutan liar dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih di Kota Bandung," terang Riki di Auditorium Balai Kota Bandung, Selasa 14 November 2023.
Sosialisasi pencegahan pungli terbagi menjadi 2 sesi yang diikuti oleh beragam peserta. Sesi 1 dimulai pukul 09.00 WIB khusus untuk kepala perangkat daerah, Kapolsek, dan Pokja Unit Saber Pungli Kota Bandung. Sesi 2 pukul 13.00 WIB khusus sekretaris perangkat daerah Kota Bandung di Auditorium Balai Kota Bandung. Selain itu, ia menambahkan Pokja Pencegahan Pungli dari 2022-2023 juga telah melakukan sosialisasi kepada anak-anak SMA dan pesantren di Kota Bandung.
"Kepala perangkat daerah 60 orang, sekretaris perangkat daerah 58 orang, kepala Polsek se-Kota Bandung 27 orang, Pokja unit Saber Pungli 4 orang, kepala bidang 28 orang, dan sekretariat UPP Kota Bandung 13 orang," sebutnya.
Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna mengatakan, regulasi yang ada dalam sistem pemerintahan sudah banyak berubah mengikuti kebutuhan, termasuk perubahan dari konvensional menjadi berbasis teknologi. Menurutnya, dengan meminimalisasi pertemuan tatap muka masyarakat dan pelaksana layanan, maka diharapkan mampu mencegah pungli terjadi.
“Dulu kita memulai dengan sistem Hayu Bandung, sehingga semua perizinan berbasis dengan sistem teknologi. Jadi sudah tidak ada interaksi dari pengunjung dan pelaku pelaksana pelayanan,” ungkap Ema.
Ema berharap, sistem seperti ini tak hanya diaplikasikan pada tataran ASN, tapi edukasi tersebut juga bisa sampai hingga ke lapisan masyarakat. DIa menekankan, salah satu PR besar Kota Bandung dalam menangani pungli itu adalah permasalahan parkir liar.
“Padahal potensi pendapatan Kota Bandung dari parkir itu bisa luar biasa. Tapi yang kita terima sampai saat ini masih sangat minim. Hanya 20 persen saja dari seharusnya," ungkapnya.
Oleh karena itu, Ema menilai masyarakat juga harus tahu apakah yang mereka lakukan itu berpotensi pungli atau tidak. Sebab tindakan seperti parkir liar, mengamen dengan paksaan, dan lainnya merupakan potensi pungli.
"Mudah-mudahan dengan adanya tim saber pungli bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sehingga masyarakat di Kota Bandung bisa merasakan kehidupan yang jauh lebih baik dan nyaman. Sebab nyaman itu bukan hanya saat kita istirahat, tapi juga dalam beraktivitas," tutur Ema.
Sementara itu, Sekretaris Kelompok Ahli Saber Pungli Jabar, Rusman memaparkan, sebuah tindakan dikatakan pungli jika masuk dalam 3 kriteria. Pertama, memungut biaya tanpa ada dasar hukumnya. Kedua, memungut tapi melampaui apa yang telah ditentukan. Ketiga, memungut bukan pada tempatnya.
"Misal, harusnya tiket di pintu masuk, tapi ada orang yang lewat belakang. Dia bayar juga dengan biaya yang beda, itu termasuk pungli. Maka, jika memenuhi 3 poin ini, berarti itu termasuk tindakan pungli. Bukan hanya terjadi di pemerintahan, tapi juga bisa di lingkup masyarakat," papar Rusman.
Ia menyebutkan salah satu praktik pungli yang kerap terjadi adalah biaya proses pernikahan. Harusnya biaya menikah itu hanya Rp600.000. Namun, di beberapa daerah bahkan bisa ditarik biaya sampai Rp2 juta. Dia juga menyebut kebiasaan yang masih melekat di masyarakat umum seperti rasa sungkan jika tidak memberikan sesuatu, juga dapat menjadi pemantik terjadinya pungli.
"Masih ada di masyarakat kita yang sudah dilayani, tapi merasa tidak enak kalau tidak kasih sesuatu. Namun, karena status kita pegawai negeri, jika menerima hadiah seperti ini masuknya gratifikasi. Gratifikasi itu harus dilaporkan, sehingga jelas sumbernya," jelas Rusman.