REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengharapkan pelaku perbankan agar memberikan respons yang cepat ketika ada pemberitahuan dari BSSN terkait adanya anomali internet pada sistem dan infrastruktur bank.
"Respons cepat ini tentu sangat penting agar BSSN tahu bahwa paling tidak anomali itu terkonfirmasi bukan serangan atau insiden siber," kata Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan, dan Pariwisata, BSSN Edit Prima dalam acara "The Finance Executive Forum: The Future of Digitalization And Cyber Crime Mitigation Towards 2045" di Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Ia menjelaskan, data tren anomali trafik internet Indonesia menunjukkan angka yang fantastis terutama pada 2021 sebanyak 1,6 miliar kejadian, selanjutnya pada 2022 sebanyak 976,4 juta kejadian, dan 2023 sebanyak 151,4 juta kejadian.
Sektor perbankan menempati urutan ketiga setelah administrasi pemerintah dan energi sebagai sektor yang terbanyak terkena anomali internet.
Data tersebut, kata dia, hanya menunjukkan kondisi di permukaan karena kemampuan BSSN untuk memantau trafik internet masih di bawah 5 persen dari seluruh trafik.
Edit mengatakan, ketika terjadi anomali, BSSN secara progresif menyampaikan pemberitahuan kepada pihak yang terdampak, seperti pada 2021 sebanyak 2.258 pemberitahuan hingga pada 2023 sebanyak 2.023 pemberitahuan.
Namun demikian, kata dia, tanggapan para pihak atas pemberitahuan masih rendah. Ia menyebutkan pemberitahuan yang direspon pada 2021 hanya 10 persen, selanjutnya pada 2022 sebesar 10 persen, dan meningkat pada 2023 sebesar 40 persen.
Ia menjelaskan, pemberitahuan anomali belum tentu merupakan serangan siber atau insiden melainkan sebagai indikasi.
Oleh sebab itu, setiap anomali perlu direspon secara cepat sehingga jika terjadi serangan siber pada sistem informasi teknologi (IT) maka bisa dicegah lebih awal.
"Jadi respon terhadap notifikasi ini masih perlu diperbaiki karena sangat penting bagi kita untuk mencegah serangan siber," katanya.