REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Universitas Gadjah Mada (UGM) angkat bicara terkait penetapan tersangka Wamenkumham Eddy Hiariej terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni UGM, Arie Sujito menyatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang tengah berjalan terhadap guru besar UGM itu.
"Saya kira kalau UGM sendiri ikuti aja logic hukum dalam proses itu. Kalau memang penetapan itu tanggung jawab sebagai individu, di mana dia sebagai subjek hukum, saya kira harus hormati," ujar Arie saat ditemui usai paparan penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dan Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) di UGM, Yogyakarta, Selasa (14/11/2023).
Terkait status Guru Besar bidang Hukum yang dipunyai Eddy di UGM, Arie mengatakan, pihak kampus tidak reaktif terhadap persoalan hukum yang sedang berlangsung. Menurut dia, tidak ada pencabutan gelar yang dilakukan secara tiba-tiba karena ada ukuran-ukuran tertentu yang harus dilihat lebih dulu sebelum melakukannya.
"Belum (ada pencabutan). Nanti itu ada ukuran tertentu. Karena itu yang namanya profesi dan sebagainya itu ada ukuran tertentu. Pelanggaran dan sebagainya itu terukur," kata Arie.
Sebelumnya, KPK mengatakan pihaknya telah menandatangani surat penetapan Wamenkumham Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan suap sekitar dua pekan lalu.
"Penetapan tersangka Wamenkumham, benar, itu sudah kami tanda tangani sekitar dua minggu lalu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/11).
Alex mengatakan, KPK turut menetapkan tersangka lain dalam penyidikan kasus dugaan korupsi tersebut. "Empat tersangka, dari pihak tiga penerima, pemberi satu," kata Alex.
Eddy Hiariej dilaporkan oleh Indonesia Police Watch (IPW) ke KPK atas dugaan gratifikasi sebesar Rp7 miliar. Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso pada Selasa (14/3) melaporkan Yogi Ari Rukmana selaku asisten pribadi Eddy Hiariej dan advokat Yosie Andika Mulyadi ke KPK.
Sugeng Teguh Santoso melaporkan keduanya atas dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp7 miliar terkait konsultasi dan bantuan pengesahan badan hukum sebuah perusahaan.