Rabu 15 Nov 2023 09:41 WIB

WHO Tentang Perintah Evakuasi Pasien RS Al-Shifa oleh Israel

Mengevakuasi 700 pasien, dengan kondisi yang berisiko, tidak mungkin dilakukan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Saat ini, pasukan dan armada tank Israel telah mengepung RS Al Shifa
Foto: AP Photo/Abed Khaled
Saat ini, pasukan dan armada tank Israel telah mengepung RS Al Shifa

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menentang seruan Israel agar Rumah Sakit (RS) Al-Shifa di Jalur Gaza mengevakuasi seluruh pasiennya. Saat ini, pasukan dan armada tank Israel telah mengepung RS tersebut karena diyakini memiliki fasilitas bawah tanah yang menjadi markas kelompok Hamas.

Juru Bicara WHO, Margaret Harris mengungkapkan, saat ini terdapat setidaknya 700 pasien yang sedang dirawat RS Al-Shifa. Tak hanya pasien, RS terbesar di Jalur Gaza itu pun menampung sekitar 3.000 warga yang terpaksa mengungsi akibat agresi Israel. Terdapat 400 staf medis yang bekerja di RS Al-Shifa.

Baca Juga

Harris mengatakan, mengevakuasi 700 pasien, dengan kondisi mereka yang berisiko, tidak mungkin dilakukan. “Jumlah orang yang begitu besar, semuanya membutuhkan dukungan penting untuk tetap hidup. Ini (perintah evakuasi) akan menjadi hal yang sangat sulit untuk diminta dalam kondisi terbaik di Australia, Amerika, Inggris, atau Eropa, dengan peralatan terbaik Anda berfungsi dan tidak ada yang menembaki Anda, tidak ada bom yang meledak, dan semua jalan benar-benar berfungsi dan dengan ambulans yang punya bahan bakar,” ucapnya, Selasa (14/11/2023), dikutip laman Middle East Monitor.

Harris pun mengapresiasi para staf medis di RS Al-Shifa yang masih berdedikasi merawat para pasien di tengah segala keterbatasan. “Tanpa bahan bakar, air bersih, atau makanan, para staf kesehatan masih melakukan segala yang mereka bisa untuk tetap memberikan perawatan medis bagi pasien-pasien yang sakit parah,” ujarnya.

Dia menegaskan, alih-alih memerintahkan pemindahan seluruh pasien RS Al-Shifa, langkah yang mesti diambil adalah menghentikan pertempuran dan memberlakukan gencatan senjata. Harris mengingatkan bahwa semua orang yang berada di RS Al-Shifa menghadapi situasi yang sangat mengerikan.

"Hidup mereka sangat terancam. Jadi kita sebagai seluruh dunia harus menemukan cara untuk membantu mereka. Cara terbaik adalah menghentikan permusuhan sekarang juga. Fokus pada menyelamatkan nyawa, bukan menghilangkan nyawa,” kata Harris.

Saat ini RS Al-Shifa sudah tak memiliki stok bahan bakar untuk mengoperasikan generator pembangkit listrik. Karena Israel juga telah memutus pasokan listrik ke Gaza, sejak akhir pekan lalu RS Al-Shifa terpaksa harus beroperasi tanpa sumber listrik. Akibatnya, setidaknya 36 pasien RS Al-Shifa, tujuh di antaranya adalah bayi, telah meninggal karena tak berfungsinya peralatan medis.

Pada Selasa kemarin, RS Al-Shifa menggali kuburan massal di areal kompleksnya untuk memakamkan 179 jenazah. “Kami terpaksa menguburkan mereka di kuburan massal,” kata Direktur RS Al-Shifa Mohammad Abu Salmiyah, dilaporkan laman Gulf Today.

Dia pun menggambarkan sekilas tentang situasi yang kini dihadapi RS Al-Shifa. “Ada banyak jenazah berserakan di kompleks RS dan tidak ada lagi listrik di kamar mayat,” ucap Abu Salmiyah.

Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, hingga Selasa lalu, jumlah warga Gaza yang terbunuh sejak dimulainya agresi Israel ke wilayah tersebut pada 7 Oktober 2023 lalu telah mencapai 11.255 jiwa. Di dalamnya termasuk 4.630 anak-anak, 3.130 perempuan, dan 682 lansia. Sementara korban luka melampaui 29 ribu orang. Agresi Israel juga menyebabkan sekitar 1,5 juta warga Gaza terlantar dan mengungsi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement