REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Organisasi Save the Children pada Selasa (14/11/2023) menyatakan, hampir 15 ribu bayi diperkirakan akan lahir di Gaza antara 7 Oktober hingga akhir tahun 2023. Semuanya berada dalam risiko besar di tengah meningkatnya kekerasan dan dengan perawatan medis, air, dan makanan pada tingkat krisis.
“Sekitar 15 persen wanita yang melahirkan kemungkinan besar mengalami kehamilan atau komplikasi terkait kelahiran,” kata organisasi kemanusiaan tersebut dalam siaran persnya, dilansir dari laman Anadolu Agency pada Rabu (15/11/2023).
Proyeksi mereka didasarkan pada data PBB baru-baru ini yang memperkirakan bahwa sekitar 180 perempuan melahirkan setiap hari di wilayah kantong Palestina yang terkepung dan menyumbang angka kelahiran kembar di wilayah pendudukan Palestina.
“Air bersih langka, makanan dan obat-obatan semakin menipis, dan perempuan hamil atau menyusui kesulitan mendapatkan makanan. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang sudah menghadapi kekurangan parah kini diserang, menyebabkan ribuan pasien, termasuk perempuan hamil dan bayi baru lahir, berada dalam bahaya besar," sebut pernyataan itu.
Laporan tersebut mengutip seorang anggota staf Save the Children di Jalur Gaza, Maha yang mengungsi ke selatan namun biasa berlindung di luar Rumah Sakit Al Shifa.
“Pemandangan di rumah sakit sangat mengerikan. Wanita hamil di lorong menjerit kesakitan. Bayi baru lahir tak dikenal di inkubator, tanpa ada anggota keluarga yang masih hidup. Bahan bakar sudah habis. Saya harus mengungsi. Saya tidak tahu apakah mereka selamat," kata dia.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 22 dari 36 rumah sakit di Gaza kini tidak berfungsi.
"Bayi-bayi yang dilahirkan berada dalam mimpi buruk, bencana kemanusiaan. Keluarga mereka terputus dari kebutuhan dasar. Wanita hamil melahirkan tanpa perawatan medis dan bayi prematur meninggal di inkubator," kata Direktur Save the Children di Palestina, Jason Lee.
Dia mengatakan, bahan bakar harus diizinkan masuk ke Gaza untuk menggerakkan generator dan fasilitas kesehatan harus dilindungi. “Kekerasan harus dihentikan. Kita memerlukan gencatan senjata. Kita membutuhkannya sekarang,” kata dia.
Adapun Israel telah melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober. Menurut angka terbaru dari pihak berwenang Palestina, Setidaknya 11.320 warga Palestina telah terbunuh, termasuk hampir 7.800 perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 29.200 lainnya terluka.
Di samping itu, ribuan bangunan termasuk rumah sakit, masjid dan gereja telah rusak atau hancur akibat serangan Israel. Sementara menurut angka resmi, korban tewas di Israel mencapai 1.200 orang.