GENPOP -- Israel pernah merilis laporan tentang besaran kerugian yang bisa mereka alami jika gerakan boikot produk Israel digalakkan secara masif di dunia.
Laporan tersebut tebalnya enam halaman, dan rampung dikerjakan pada pertengahan tahun 2013, lalu baru dipublikasikan pada tahun 2015 di The Times of Israel.
Laporan itu dibuat oleh Kementerian Keuangan Israel dan ada alasan tersendiri mengapa baru dipublikasikan setelah dua tahun laporan itu diselesaikan.
Pada awalnya, kementerian Israel tidak setuju mempublikasikan laporan tersebut karena berpotensi merugikan perekonomiannya.
Namun selama dua tahun, sebuah LSM Israel bernama Movement for Freedom of Information, mendesak publikasi laporan itu. Hingga akhirnya, pihak Israel setuju untuk mempublikasikannya.
Laporan setebal enam halaman, yang diselesaikan pada pertengahan tahun 2013, memperingatkan nilai kerugian yang diterima Israel akibat gerakan boikot internasional.
Potensi kerugiannya berkisar dari setengah miliar shekel atau 130 juta dolar AS (sekitar Rp 2 triliun) per tahun, sampai NIS 40 miliar atau 10,5 miliar dolar AS (sekitar Rp 163 triliun) per tahun. Dengan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Rp 15.500.
Selain itu, Israel juga bisa rugi bandar karena 36.500 orang Israel akan berakhir pada pemecatan. Hal ini tergantung mengenai cakupan boikot dan tingkat penerapannya di seluruh dunia.
Laporan tersebut disusun oleh staf Kementerian Keuangan pada masa pemimpin Yesh Atid, Yair Lapid, saat menjabat sebagai menteri keuangan pada pemerintahan terakhir. Namun nama staf yang menyusun laporan itu dirahasiakan.
Peluncuran laporan tersebut terjadi ketika para pejabat Israel semakin khawatir atas upaya gerakan boikot terhadap Israel dan juga produk pendukung Israel.
Para menteri Israel, kala itu, berjanji untuk melawan upaya boikot melalui jalur legislatif dan hukum seiring dengan semakin meningkatnya kampanye Sanksi Divestasi Boikot.
Sebagaimana diketahui, saat ini Israel semakin masif dalam melancarkan serangan di Jalur Gaza Palestina.
Akibat serangan yang brutal terhadap rakyat Palestina ini, gerakan boikot produk yang mendukung Israel menjadi masif di sejumlah negara, termasuk di Indonesia.