REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyerukan keprihatinan atas serangan Israel ke Rumah Sakit Al-Shifa di Jalur Gaza sejak dini hari Rabu (14/11/2023). Mereka pun berhadapan dengan hilangan kabar dari para pekerjanya.
Direktur umum Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan, laporan tentang serangan militer Israel terhadap Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza sangat memprihatinkan. “Kami kembali kehilangan kontak dengan petugas kesehatan di rumah sakit. Kami sangat mengkhawatirkan keselamatan mereka dan pasien mereka,” ujar Tedros pada Rabu.
Sedangkan Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Martin Griffiths mengaku terkejut oleh keputusan pasukan Israel menyerbu kompleks tersebut. Dia dengan tegas menyatakan rumah sakit bukan medang perang.
“Perlindungan terhadap bayi baru lahir, pasien, staf medis, dan seluruh warga sipil harus mengesampingkan semua masalah lainnya. RS bukanlah medan pertempuran,” kata Griffiths.
Direktur Eksekutif Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) Catherine Russell menyebut situasi di Jalur Gaza sangat menghancurkan. “Hari ini saya mengunjungi Jalur Gaza untuk bertemu dengan anak-anak, keluarga mereka dan staf UNICEF. Apa yang saya lihat dan dengar sungguh menyedihkan. Mereka berulang kali mengalami pemboman, kehilangan dan pengungsian,” katanya.
Russell mengatakan, tidak ada tempat yang aman bagi satu juta anak Gaza untuk berlindung di Jalur Gaza. Lebih dari 4.600 anak-anak telah terbunuh dan hampir 9.000 lainnya terluka di Jalur Gaza.
Menurut Russell, banyak anak hilang dan diyakini terkubur di bawah reruntuhan bangunan dan rumah. Kondisi ini ada akibat tragis dari penggunaan senjata peledak di daerah padat penduduk.
“Bayi baru lahir yang memerlukan perawatan khusus telah meninggal di salah satu rumah sakit di Gaza karena listrik dan pasokan medis habis, dan kekerasan terus berlanjut dengan dampak yang tidak pandang bulu,” kata Russell.
Ketua UNICEF itu pun mendesak pihak-pihak yang terlibat dalam konflik Gaza untuk menghentikan kengerian tersebut. “Saya sekali lagi menyerukan kepada semua pihak untuk memastikan bahwa anak-anak dilindungi dan dibantu, sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional. Hanya pihak-pihak yang berkonflik yang dapat benar-benar menghentikan kengerian ini," ujarnya.
Tentara Israel memulai serangan terhadap rumah sakit terbesar di Jalur Gaza dengan 700 pasien dan ribuan pengungsi internal di dalamnya. “Berdasarkan informasi intelijen dan kebutuhan operasional, pasukan IDF (Pasukan Pertahanan Israel) melakukan operasi yang tepat dan tepat sasaran terhadap Hamas di area tertentu di RS Al-Shifa,” kata IDF.
Israel pun telah mengakui tindakan tersebut dengan alasan anggota kelompok Palestina Hamas menggunakan rumah sakit tersebut sebagai basis. Namun klaim itu pun dibantah oleh Hamas dan pejabat rumah sakit.
IDF mengungkapkan, guna meminimalkan reaksi balasan terhadap operasi tersebut, mereka telah memberikan pemberitahuan 12 jam kepada pihak berwenang di Gaza. Mereka menyatakan bahwa operasi militer di dalam RS Al-Shifa oleh Hamas harus dihentikan. “Sayangnya, hal itu tidak terjadi,” ujar IDF.
Militer Israel pun mengklaim menyerukan kembali agar semua anggota Hamas yang diyakininya berada di RS Al-Shifa untuk menyerah. IDF mengatakan, petugas medis dan penutur bahasa Arab disertakan ke dalam tim operasi darat yang melakukan penyerbuan ke kompleks RS Al-Shifa.
“Tujuannya adalah agar tidak ada kerugian yang ditimbulkan terhadap warga sipil yang digunakan oleh Hamas sebagai tameng manusia,” kata IDF.
Pasukan Israel pun sedang melakukan interogasi terhadap staf medis dan ruang penggeledahan. Pos pemeriksaan telah ditempatkan di jalan masuk ke rumah sakit, dan setiap orang yang masuk atau keluar akan diinterogasi.
Meskipun status Al-Shifa sebagai fasilitas sipil, fasilitas tersebut telah dibombardir oleh serangan di dalam dan sekitar lokasinya. Kekurangan bahan bakar dan pasokan medis karena blokade Israel telah membuat perawatan medis menjadi sulit.
Ketika serangan Israel di Jalur Gaza memasuki hari ke-40, setidaknya 11.320 warga Palestina telah terbunuh, termasuk lebih dari 7.800 perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 29.200 lainnya terluka. Ribuan bangunan, termasuk rumah sakit, masjid, dan gereja, juga telah rusak atau hancur akibat serangan udara dan darat yang tiada henti dari Israel terhadap wilayah kantong yang terkepung tersebut sejak bulan lalu.