REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejumlah produk ternama tengah menjadi sasaran boikot masyarakat luas, termasuk di Indonesia karena disebut mendukung aksi genosida Israel di Gaza, Palestina. Situasi tersebut secara tidak langsung mendorong agar produk lokal di Indonesia dapat menjadi alternatif.
Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM, Fiki Satari mengatakan, produk-produk yang menjadi sasaran boikot masyarakat notabene merupakan milik perusahaan besar. Oleh karena itu, bila UMKM tidak naik kelas, bisa jadi masyarakat akan beralih ke produk lain dari usaha besar yang tidak terafiliasi dengan Israel. Oleh karena itu, pelaku usaha lokal, termasuk UMKM dapat diberikan ruang untuk bisa mendapatkan pasar di tengah gencaran boikot saat ini.
“Kami mengajak para peretail modern untuk mengutamakan produk UMKM dalam negeri dibandingkan produk-produk dari usaha besar dan produk impor,” kata Fiki kepada Republika.co.id, Kamis (16/11/2023).
Fiki mengatakan, pemerintah saat ini sedang fokus untuk meningkatkan kualitas produk dan kapasitas produksi UMKM. Pemerintah, kata dia, bekerja sama dengan pihak swasta untuk dapat ikut membenahi rantai pasok dari hulu ke hilir.
Sebab, untuk bisa meningkatkan kapasitas UMKM, perbaikan pada aspek hilir belum cukup. Diperlukan upaya pada aspek hulu seperti membuat pabrik bersama, pembiayaan berbasis klaster, penguatan model bisnis agregator, serta langkah lainnya.
“Tujuannya supaya UMKM kita mampu bersaing dengan produk asing dengan atau tidak adanya momentum seperti ini (boikot) di masa depan,” kata Fiki.
Ia pun memastikan pemerintah Indonesia terus mendorong jenama lokal yang memiliki nilai kuat di berbagai kategori. Salah satunya lewat kampanye berkelanjutan Bangga Buatan Indonesia.
Adapun dukungan lainnya, ia mengungkapkan sebanyak 40 persen belanja pemerintah wajib menggunakan produk UMKM. Selain itu, belanja BUMN melalui platform PaDI UMKM untuk produk di bawah Rp 400 juta juga wajib untuk UMKM.
Di sisi lain, pemerintah juga telah melakukan pengetatan arus masuk barang impor, salah satunya dengan revisi Permendag nomor 25 tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang mengubah tata niaga impor dari postborder menjadi border.
“Kemudian pemerintah juga melindungi UMKM lokal yang berjualan di sistem elektronik melalui Permendag Nomor 31 tahun 2023 agar UMKM bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri,” ujarnya.