REPUBLIKA.CO.ID, YANGON – Junta Myanmar mengungkapkan, beberapa kelompok pemberontak etnis di negara tersebut telah meluncurkan serangan berskala besar terhadap militer. Merespons hal itu, staf pemerintah di ibu kota Nay Pyi Taw, diperintahkan membentuk unit untuk menanggapi situasi darurat.
Juru bicara junta Myanmar, Zaw Min Tun, mengungkapkan, aksi penyerangan berskala besar terhadap tentara oleh kelompok pemberontak etnis terjadi di negara bagian Shan, Kayah, dan Rakhine. Zaw mengatakan, beberapa posisi militer sudah dievakuasi dan pasukan pemberontak telah menggunakan drone untuk menjatuhkan ratusan bom di pos-pos militer.
“Kami segera mengambil tindakan untuk melindungi diri dari serangan bom drone secara efektif,” ujar Zaw dalam sebuah keterangan pada Rabu (15/11/2023) malam, dikutip laman Asia One.
Sekretaris Dewan Nay Pyi Taw, Tin Maung Swe, mengatakan, staf pemerintah di ibu kota telah diperintahkan untuk membentuk unit guna menanggapi situasi darurat. Dia menambahkan, perintah itu merupakan respons terhadap situasi keamanan. Kendati demikian, Tin Maung Swe mengungkapkan, situasi di Nay Pyi Taw masih dalam keadaan tenang.
Media lokal Myanmar, Khit Thit, mengatakan, junta, atau dikenal pula dengan nama Dewan Administrasi Negara, telah mengumumkan bahwa semua orang yang memiliki pelatihan dasar militer harus siap untuk ditugaskan. Sementara itu Arakan Army (Tentara Arakan), pada Rabu lalu mengungkapkan, puluhan polisi dan tentara telah menyerah atau ditangkap ketika mereka meluncurkan serangan. Arakan Army merupakan kelompok pemberontak yang memperjuangkan otonomi di Negara Bagian Rakhine.
Secara terpisah, sebuah video yang diunggah di media sosial oleh pasukan anti-militer di Negara Bagian Kayah, dan diverifikasi oleh Reuters, menunjukkan pasukan Myanmar yang terluka menyerah kepada pemberontak. "Kami siap menembak kalian sekarang, tapi kami tidak akan melakukan itu. Kalian mengibarkan bendera putih dan keluar, tidak akan terjadi apa-apa pada kalian," kata seorang pria yang mengidentifikasi dirinya sebagai wakil panglima pemberontak Karenni National Defence Force (Karenni Angkatan Pertahanan Nasional) kepada pasukan Myanmar yang terluka.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah menyuarakan keprihatinan atas meluasnya konflik di Myanmar. Dia menyerukan agar semua pihak yang terlibat konfrontasi melindungi warga sipil. “Jumlah pengungsi di Myanmar kini melebihi 2 juta orang,” ujar seorang juru bicara Guterres.
Krisis di Myanmar pecah setelah militer melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil di sana pada Februari 2021. Mereka menangkap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD). NLD adalah partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi.
Setelah kudeta, hampir seluruh wilayah di Myanmar diguncang gelombang demonstrasi. Massa menentang kudeta dan menyerukan agar para pemimpin sipil yang ditangkap dibebaskan. Namun militer Myanmar merespons aksi tersebut secara represif dan brutal. Menurut Assistance Association for Political Prisoners (AAPP), sedikitnya 3.240 warga sipil telah tewas di tangan militer Myanmar sejak kudeta terjadi. Penghitungannya tidak termasuk semua korban dari pertempuran.
Dalam KTT ASEAN ke-43 yang digelar di Jakarta pada 5-7 September 2023 lalu, para pemimpin ASEAN mengakui tidak ada kemajuan dalam penanganan isu Myanmar. “Para pemimpin meninjau implementasi Lima Poin Konsensus sesuai mandat KTT ASEAN ke-40 dan ke-41. Kesimpulannya, tidak ada kemajuan yang signifikan dalam implementasi Lima Poin Konsensus,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno kepada awak media di JCC, Senayan, Jakarta, 5 September 2023 lalu.
Menurut Retno, para pemimpin ASEAN memahami peliknya situasi terkait isu Myanmar. Kendati demikian, mereka tetap mengapresiasi Indonesia selaku ketua ASEAN tahun ini dalam mengupayakan penyelesaian krisis Myanmar.
“Bapak Presiden (Jokowi) menyampaikan tadi bahawa dalam sembilan bulan (keketuaan ASEAN), Indonesia telah melakukan 145 engagement. Ini adalah engagement paling banyak dan paling intensif yang pernah dilakukan oleh ASEAN,” ungkap Retno.
Dia menjelaskan, setelah melakukan diskusi di sesi Retreat, para pemimpin ASEAN memutuskan, Lima Poin Konsensus tetap menjadi rujukan utama dalam penanganan isu Myanmar. Para pemimpin ASEAN juga sepakat untuk membentuk troika yang terdiri atas ketua ASEAN saat ini, sebelumnya, dan yang akan datang. “Keterwakilan non-politis Myanmar dipertahankan,” kata Retno.
Pada hari terakhir KTT ASEAN, Presiden Jokowi mengatakan, ASEAN akan terus melanjutkan upayanya untuk dapat mengatasi krisis di Myanmar. Menurutnya, upaya untuk menciptakan perdamaian selalu butuh waktu yang panjang.
Jokowi mengungkapkan, selama keketuaan Indonesia, ASEAN telah melakukan 145 keterlibatan dengan 70 pemangku kepentingan di Myanmar. Dia mengklaim, kepercayaan di antara para pihak di Myanmar mulai tumbuh.
“Ini akan kita lanjutkan. Memang untuk menciptakan perdamaian selalu butuh waktu yang panjang,” ucap Jokowi saat memberikan keterangan pers sesuai acara penutupan KTT ASEAN ke-43 di JCC, Senayan, 7 September 2023.
“Tapi tidak apa, kita harus terus melakukan, kita harus terus berjuang. Dan ASEAN tidak akan tersandera oleh isu Myanmar. Kapal ASEAN harus terus melaju untuk mewujudkan perdamaian, mewujudkan stabilitas, kemakmuran,” tambah Jokowi.