REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, mempertanyakan maksud Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menunda proses pemeriksaan terhadap peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sebab, harus ada latar belakang dari salah satu poin dalam Instruksi Jaksa Agung Nomor 6 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Peran Kejaksaan Republik Indonesia dalam Mendukung dan Mensukseskan Penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Tentu saja memang saya dengar ada Instruksi Jaksa Agung, tapi tentu ada latar belakang yang signifikan ketika Pak JA mengeluarkan instruksi soal penundaan proses pemeriksaan ini," ujar Nasir dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kamis (16/11/2023).
"Karena sebagian pihak ini mengatakan bahwa ini sama saja menunda kepastian dan menunda kemanfaatan dan keadilan hukum itu sendiri," sambung politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Burhanuddin sendiri tak menjawab pertanyaan Nasir dan anggota Komisi III lainnya secara lisan. Jawabannya dalam rapat kerja tersebut diserahkan secara kepada legislator yang bertanya ke institusinya.
Adapun dalam pemaparan di awal rapat kerja dengan Komisi III, Burhanuddin telah menerbitkan Instruksi Jaksa Agung Nomor 6 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Peran Kejaksaan Republik Indonesia dalam Mendukung dan Mensukseskan Penyelenggaraan Pemilu 2024. Salah satu poin yang diatur adalah menunda proses pemeriksaan terhadap peserta Pemilu 2024 sampai prosesnya selesai.
Peserta pemilu tersebut di antaranya adalah calon presiden (capres), calon wakil presiden (cawapres), dan calon anggota legislatif (caleg). Termasuk calon kepala daerah pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024.
"Kami juga memerintahkan kepada jajaran tindak pidana khusus dan jajaran intelijen untuk menunda proses pemeriksaan baik dalam setiap tahap penyelidikan maupun penyidikan terhadap penanganan laporan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan para peserta dalam kontestasi pemilihan," ujar Burhanuddin.
Di samping itu, kejaksaan akan terus berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan dan penyelenggara Pemilu 2024. Ia juga memastikan netralitas kejaksaan pada kontestasi nasional mendatang.
"Memastikan netralitas semua jajaran kejaksaan dengan menjaga marwah penegakan hukum untuk tidak digunakan sebagai alat kepentingan atau politik praktis bagi kelompok manapun, yang akan mempengaruhi dan mengganggu terselenggaranya pemilihan umum serentak 2024," ujar Burhanuddin.
Adapun proses penanganan perkara tindak pidana pemilu dilaksanakan oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Di sini kejaksaan berkolaborasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Polri sebagai bentuk pelaksanaan amanat Pasal 486 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pola koordinasi diatur dalam Bab 4 Peraturan Bawaslu Nomor 4 Tahun 2023 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu pemilu. Terdiri dari delapan tahapan, yakni kajian pelanggaran pemilu, penyelidikan, rapat pleno pengawas pemilu, penerusan, penyidikan, praperadilan, penuntutan, dan pelaksanaan putusan.
"Hal yang baru dalam pola koordinasi penanganan perkara pemilu, yaitu jaksa memiliki tugas dan kewajiban untuk melakukan pemantauan penuntutan dengan melaporkan secara tertulis setiap kegiatan penuntutan kepada Sentra Gakkumdu," ujar Burhanuddin.