Kamis 16 Nov 2023 20:59 WIB

IEF Research Institute Usulkan Visi Perpajakan untuk Para Capres-Cawapres

IEF meminca capres cawapres tawarkan solusi perpajakan

Tiga paslon capres-cawapres berfoto bersama usai pengundian nomor urut di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (14/11/2023) malam.
Foto: Republika/ Eva Rianti
Tiga paslon capres-cawapres berfoto bersama usai pengundian nomor urut di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (14/11/2023) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah resmi mengumumkan tiga pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang akan melakukan pemungutan suara pada 14 Februari 2024 mendatang.

Direktur Eksekutif  Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat meminta agar setiap kandidat Capres dan Cawapres memiliki program dan kebijakan yang konkret untuk memajukan perpajakan di Indonesia.

Baca Juga

“Para capres dan cawapres sudah mulai membocorkan gagasan mereka dan semua memasang target pembangunan yang tinggi. Namun, mereka belum merinci secara jelas dari mana sumber dana pembangunan  itu berasal,” kata Ariawan di Jakarta, Selasa (15/11/23).

Ariawan menyoroti program makan siang gratis bagi kalangan kurang mampu yang disodorkan Tim Kampanye Nasional (TKN) Koalisi Indonesia Maju pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Menurut Prabowo, sumber anggaran program makan siang gratis itu akan bersumber dari pungutan pajak. Meskipun menyinggung soal kebocoran penerimaan pajak, tim Prabowo tidak menyebut secara rinci dari mana sumber penerimaan pajak tersebut akan diambil.

 “Tanpa pemaparan langkah yang konkret maka publik akan menilai program-program itu hanya retorika belaka,” kata Ariawan.

Ariawan mencontohkan, data terbaru jumlah penduduk miskin Indonesia menurut catatan BPS  adalah sebesar 25,90 juta orang. Jika diasumsikan setiap orang mendapatkan jatah makan siang senilai 15 ribu maka dalam setahun pemerintah harus menyiapkan tambahan anggaran Rp 139,8 triliun setahun.

“Ini baru makan siang saja, belum soal urusan stunting, subsidi pendidikan dan lainnya,” tagas Ariawan.

Ariawan juga menyoroti wacana pemisahan DJP dari Kemenkeu juga pendirian Badan Penerimaan Negara (BPN) yang ditawarkan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Menurut Ariawan, hal itu bukanlah akar masalah penerimaan pajak sebenarnya.

Alih-alih membangun wacana pemisahan lembaga, Ariawan meminta setiap capres-cawapres mampu menawarkan jalan keluar bagi masalah perpajakan yang sudah terlihat jelas selama ini.

Apalagi, langkah reformasi pajak yang dilakukan pemerintah beberapa tahun terakhir untuk memperluas basis pajak pun belum berdampak pada peningkatan rasio pajak (tax rasio).

Menurut Ariawan, selama 10 tahun terakhir tetap rendah dan tidak seimbang dengan peningkatan kinerja PDB. Rasio pajak Indonesia dalam arti luas pada triwulan I 2023 berada di level 11,41 peren. Sementara rasio pajak dalam arti sempit pada waktu yang sama hanya tercatat sebesar 9,95 persen.

Baca juga: Mengapa Malaikat Jibril Disebut Ruh Kudus dalam Alquran?

“Para capres ini harus bisa menjelaskan bagaimana meningkatkan pemungutan pajak dan menanggulangi kebocoran pajak agar rasio pajak kita membaik. Misalnya, menjelaskan bagaimana akan mengoptimalkan perjanjian automatix exchange of information (AEoI) yang sampai saat ini implementasinya belum optimal,” kata Ariawan.

Tak jauh beda dengan dua capres lainnya, Ariawan juga menyoroti capres Ganjar Pranowo yang menyinggung soal perbaikan tata kelola perpajakan yang menurut capres nomor urut 3 itu masih belum baik.

Misalnya, soal administrasi dan birokrasi perpajakan yang masih rumit bagi masyarakat yang akan membayar pajak. Namun demikian, Ganjar tidak merinci secara jelas bagaimana langkah perbaikan tata kelola perpajakan yang akan dia lakukan.  

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement