REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait puasa di hari Jumat. Ada ulama yang membolehkannya dan ada yang memakruhkannya.
Lalu, mengapa puasa di hari Jumat makruh?
Sebagian ulama berpendapat, puasa pada hari Jumat dimakruhkan karena hari Jumat dianggap sebagai hari raya. Kemakruhan puasa di hari Jumat ini berlaku jika sebelum atau sesudahnya tidak melakukan puasa.
Dalam buku "Hukum Fiqih Seputar Hari Jumat" karya Syafri Muhammad Noor dijelaskan, ketika ada seseorang yang berpuasa di hari Jumat, maka ada dua tata cara pelaksanakan yang bisa dibahas, yang mana hukum dari masing-masing praktik tersebut tidaklah sama antara satu dengan lainnya.
Praktik yang pertama adalah berpuasa di hari Jumat dan diikuti oleh puasa pada hari sebelumnya atau hari setelahnya. Kalau model puasanya seperti itu, menurut Syafri, para ulama sepakat bahwa praktik tersebut tidaklah terlarang.
Hal ini didasarkan pada beberapa hadits yang memang membolehkan praktik seperti itu. Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, yang artinya:
"Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian puasa di hari Jumat kecuali melakukan puasa sebelum atau sesudahnya,” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Adapun praktik yang kedua adalah jika ada seseorang yang berpuasa hanya di hari Jumat saja, tanpa diikuti dengan berpuasa pada hari sebelumnya atau hari setelahnya.
Kalau model puasanya seperti itu, menurut Syafri, para ulama berbeda pendapat dalam menjelaskan hukumnya. Ada yang menyatakan makruf dan ada pula yang menyatakan Mandub.
Mayoritas ulama menjelaskan bahwa pelaksanaan puasa di hari Jumat yang tidak dibarengi pada hari-hari sebelumnya atau setelahnya, maka hukumnya makruh. Hal ini didasarkan pada hadits-hadits nabi yang melarang tentang praktik puasa khusus di hari Jumat, tanpa ada tambahan puasa di hari selainnya.
Sedangkan sebagian ulama hanafiyah justru menyatakan bahwa hukum berpuasa di hari Jumat saja itu mandub, yaitu segala sesuatu yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala, dan jika ditinggalkan tidak mendapatkan siksa.
Imam al-Hashkafi menyatakan dalam kitabnya: "Hukumnya mandub seperti berpuasa tiga hari setiap pertengahan bulan, dan puasa di hari Jumat meskipun menyendiri (tanpa diikuti hari sebelumnya atau setelahnya) dan puasa hari arafah meskipun untuk orang yang berhaji selama tidak membuatnya menjadi lemah".
Ada juga ulama malikiyah yang bernama Imam Ad-Dardiry berpendapat demikian. Dalam kitab As-Syarh al-Kabir li ad-dardiry wa hasyiyatu ad-dasuqi dijelaskan: ”Hukum berpuasa di hari Jumat saja tanpa diikuti satu hari sebelumnya atau setelahnya adalah mandub”.