REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Komnas Haji dan Umroh, Mustolih Siradj mengatakan, baru-baru ini menteri agama (menag) dalam rapat bersama dengan Komisi VIII DPR RI mengusulkan kenaikan biaya haji regular tahun 1445 H/ 2024 M berada di kisaran Rp 105 juta per jamaah. Dibandingkan haji pada tahun 1444 H/ 2023 M biayanya sekitar Rp 90 jutaan atau ada kenaikan sekitar 16 persen.
Mustolih mengatakan, kenaikan itu sebenarnya masih bisa dipahami mengingat asumsi kenaikan biaya tersebut didasarkan pada acuan nilai tukar mata uang yang berbeda. Yakni kurs Dolar terhadap Rupiah sekitar Rp 16.000. Sementara itu, asumsi nilai tukar Riyal Arab Saudi terhadap Rupiah adalah sekitar Rp 4.266. Pada musim haji 1444 H/ 2023 M, asumsi acuan yang disepakati kurs 1 Dolar sebesar Rp 15.150 dan 1 Riyal Arab Saudi sebesar Rp 4.040.
"Perlu dicatat, penyelenggaraan haji akan diselenggarakan pada tahun 2024 mendatang. Selain dipicu oleh acuan kurs, masih ada banyak faktor yang mendorong kenaikan biaya haji antara lain harga avtur, kenaikan biaya konsumsi, akomodasi, fluktuasi biaya layanan di Arab Saudi khususnya paket masyair atau Arafah, Mina dan Muzdalifah (Armuzna), penerapan pajak di Arab Saudi," kata Mustolih kepada Republika, Jumat (17/11/2023)
Mustolih menambahkan, belum lagi jika situasi eskalasi konflik di Timur Tengah masih terus memanas dan tidak menentu seperti sekarang. Itu juga akan memiliki andil mengerek naik komponen biaya haji.
Ia mengatakan, patut untuk dicatat bahwa asumsi biaya yang diusulkan menteri agama tersebut tidak semua dibayar oleh jamaah haji. Karena nantinya ada biaya subsidi dari hasil optimalisasi pengelolaan keuangan haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dari akumulasi penempatan atau investasi dari setoran awal dana jamaah haji tunggu.
"Besaran persentasenya dan biaya yang akan ditanggung per jemaah sebagai biaya pelunasan nanti akan dibahas oleh Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI, Kementerian Agama dan BPKH," ujar Mustolih.
Mustolih mengatakan, sebagai gambaran pada musim haji 2023, pemerintah dan DPR menetapkan BPIH di angka median Rp 90.050.637. Dari jumlah tersebut disepakati besaran Biaya Perjalanan Ibadah haji (Bipih) yang harus dibayar oleh masing-masing jamaah rata-rata Rp 49.812.700 atau 55,3 persen dari BPIH. Besaran tersebut lantas dikurangi setoran awal jamaah pada saat awal mendaftar Rp 25 juta.
"Sedangkan sisanya bersumber dari nilai manfaat (dana optimalisasi) di BPKH sebesar Rp 40.237.937 atau 44,7 persen dari BPIH," jelas Mustolih.
Mustolih mengatakan, musim haji sebelumnya lagi yakni tahun 2022, kala itu pemerintah bersama DPR sepakat nilai BPIH sebesar Rp 81.747.844,04 per jamaah. Kemudian ditetapkan Bipih yang dibayar jamaah rata-rata Rp 39.886.009 per orang atau 48,7 persen dari BPIH. Biaya tersebut lantas dikurangi setoran awal jamaah pada saat awal mendaftar Rp 25 juta, dan sisanya ditutupi dengan dana nilai manfaat.
"Rancangan biaya yang diajukan menteri agama sebenarnya masih dalam kategori rasional mengingat tren biaya haji cenderung akan terus naik. Kenaikan biaya haji terus melonjak cukup drastis terutama setelah pandemi Covid-19," kata Mustolih.
Namun demikian, Mustolih menegaskan, angka BPIH yang disodorkan oleh menteri agama masih belum final, maka itu perlu untuk dikritisi lebih jauh dan pendalaman lebih cermat. Sehingga mendapatkan angka yang benar-benar moderat, agar tidak terlalu memberatkan jamaah, disisi lain tidak menggerus dana optimalisasi di BPKH, karena subsidinya terlalu besar sehingga tidak merugikan hak jamaah haji tunggu.