REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Treasury & International Banking Bank Syariah Indonesia (BSI) Moh. Adib mengatakan kebijakan kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dapat menjaga daya beli masyarakat di Tanah Air.
"Kenaikan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) kami yakini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah melemahnya kondisi perekonomian global," ujar Adib dalam konferensi pers "Sharia Economic Outlook 2024" di Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Ia mengatakan, pengendalian inflasi telah diupayakan pemerintah untuk kembali ke target pada level 3 plus minus 1 persen atau di kisaran 2-4 persen. Pada bulan lalu, BI akhirnya menaikkan suku bunga acuan untuk pertama kalinya pada 2023 sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen. Menurut Adib, level suku bunga acuan saat ini memang relatif tinggi.
"Kami memprediksi ini masih akan berlanjut pada 2024 ke depan," kata Adib
Adib mengatakan, meskipun dalam kondisi likuiditas yang memadai, tingginya suku bunga acuan BI mendorong kreativitas BSI untuk terus berinovasi dalam mengejar target pertumbuhan pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga (DPK).
BSI membukukan realisasi pembiayaan pada kuartal III 2023 mencapai senilai Rp232 miliar atau tumbuh 15,9 persen (yoy) serta dana pihak ketiga senilai Rp262 triliun atau tumbuh 6,9 persen (yoy).
Ia menambahkan, di tengah risiko yang akan dihadapi pada 2024 seperti dampak konflik geopolitik global yang semakin memanas, pihaknya optimistis perekonomian Indonesia masih akan tetap melanjutkan tren pertumbuhan positif.
"Kami prediksi perekonomian Indonesia pada 2024 masih berada di atas 5 persen," ujar Adib.