Sabtu 18 Nov 2023 09:20 WIB

Tingkatkan Perdagangan, BEI Minta AB Jadi Broker Bursa Karbon

BEI mengakui perdagagan karbon saat ini belum ramai.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Fuji Pratiwi
Karyawan berjalan main hall di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Karyawan berjalan main hall di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Anggota Bursa (AB) diminta untuk terlibat lebih jauh di bursa karbon. Keterlibatan AB diharapkan bisa turut meningkatkan aktivitas perdagangan di bursa karbon. 

Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, mengatakan pihaknya dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji kemungkinan AB menjadi broker layaknya perantara investor dan emiten di bursa saham.  "Kami sedang mengkaji potensi AB bisa berpartisipasi menjadi broker bursa karbon seperti saham," kata Iman di acara Capital Market Journalist Workshop-Media Gathering 2023, di Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (17/11/2023).

Baca Juga

Iman mengakui perdagagan karbon saat ini belum ramai. Dari sisi likuiditas, kata Iman, perdagangan bursa karbon sangat berbeda dari bursa saham. Para pembeli karbon saat ini cenderung melakukan hold setelah membeli unit karbon. 

Sejak diluncurkan pada September lalu, jumlah unti karbon yang telah terserap mencapai 468.124 ekuivalen dari total yang tersedia sebanyak 1,7 juta unit. Adapun nilai pembelian unit karbon hingga saat ini mencapai sekitar Rp 29 miliar. 

Menurut Iman, saat ini baru ada dua penyedia unit karbon yakni Pertamina New and Renewable Energy (PNRE) melalui Proyek Lahendong dan PLN Nusantara Power melalui Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Blok 3 Muara Karang. 

Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Pasar Modal OJK, Antonius Hari menambahkan, perusahaan tercatat atau emiten juga harus ikut mendukung penyelenggaraan bursa karbon, melalui implementasi ESG.

"Ini masih dalam kajian karena masing-masing emiten memiliki otoritas yang mengawasi, jadi kalau emitennya energi, sebenarnya Kementerian ESDM mewajibkan disana, bukan kami," kata Antonius. 

Antonius mengatakan, saat ini pembelian unit karbon lebih banyak dilakukan oleh perbankan. Keterlibatan perbankan ini dilakukan dengan menghitung nilai emisi dan membelinya dalam bentuk unit karbon.

Sejauh ini, kata Antonius, pembelian unit karbon oleh perbankan masih bersifat suka rela. "Jadi mereka sukarela, belum diwajibkan. Kita perlu mendukung ekosistem ini bekerja sama, kolaborasi, edukasi, dan sosialisasi bersama," kata Antonius.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement