Sabtu 18 Nov 2023 11:44 WIB

Pasukan Israel Batasi Akses Muslim Shalat di Masjid Al-Aqsa

Pasukan Israel menembakkan gas air mata ke warga yang hendak shalat di Al Aqsa.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Jamaah Muslim Palestina yang dilarang memasuki Masjid Al-Aqsa melaksanakan shalat di luar kompleks Al Aqsa.
Foto: AP Photo/Mahmoud Illean
Jamaah Muslim Palestina yang dilarang memasuki Masjid Al-Aqsa melaksanakan shalat di luar kompleks Al Aqsa.

REPUBLIKA.CO.ID, AL QUDS -- Pemandangan umat Islam dilarang melakukan shalat berjemaah di wilayah Masjid Al-Aqsa oleh pasukan Israel, kini menjadi keseharian yang harus dialami umat Islam. Bahkan hanya untuk masuk ke kawasan masjid Al Aqsa, muslim pun saat ini telah dilarang oleh pasukan Israel, dengan alasan keamanan di masa perang dengan Gaza.

Tentara Israel yang melarang muslim untuk beribadah di Masjid Al-Aqsa di Yerusalem telah menjadi hal yang biasa sejak 7 Oktober lalu. Tempat suci umat Islam di Palestina ini biasanya menarik puluhan ribu umat untuk beribadah setiap hari Jumat (20/11/2023), tetapi pembatasan yang tampaknya sewenang-wenang terhadap siapa saja yang dapat memasuki kompleks ini membuat aksi protes kerap terjadi di sana, ketika jemaah ditolak masuk.

Baca Juga

Selama beberapa minggu terakhir, pasukan Israel telah menembakkan gas air mata kepada warga Palestina yang mencoba untuk beribadah di jalan-jalan di sekitar Al-Aqsa. Bahkan pasukan Israel menyerang beberapa wartawan yang sedang meliput peristiwa tersebut.

"Mereka tidak mengizinkan kami masuk, menindas kami, dan memukul kami," kata Mohammad Salaymeh, seorang pemuda berusia 18 tahun yang tidak dapat beribadah di Al-Aqsa sejak awal perang.

Jihad Taha, 47 tahun, yang juga dilarang masuk pada hari Jumat, mengatakan bahwa pembatasan tersebut merupakan bagian dari kampanye yang lebih luas terhadap penduduk Palestina di Yerusalem. "Tujuannya adalah untuk memberikan tekanan kepada penduduk Kota Tua secara umum, dan penduduk Yerusalem secara umum," katanya.

Meskipun para pemuda lebih mungkin untuk dihentikan daripada yang lain, mereka bukan satu-satunya target. Bassima Zaidan, seorang wanita berusia 57 tahun yang berjalan dari daerah Ras al-Amud di Yerusalem untuk mencapai masjid, mengatakan bahwa ia dipulangkan oleh petugas polisi setelah menunggu selama 30 menit.

Dia mengatakan bahwa dia menyuruhnya kembali. "Kembalilah, kembalilah ke Ras al-Amud. Shalat yang biasanya dihadiri rata-rata 50.000 jemaah di dalam dan sekitar masjid, hanya dihadiri sekitar 4.000 orang pada pekan ini.

"Ada pembatasan yang sangat ketat untuk mencegah jamaah masuk," kata Mustafa Abu Sway, anggota Dewan Wakaf Islam di Yerusalem, kepada Middle East Eye.

"Mereka tidak mengizinkan anak muda masuk, misalnya, bersama dengan orang yang berusia 80 tahun. Namun hal ini sangat tergantung pada masing-masing petugas polisi yang memiliki otoritas."

Wakaf Islam, atau wakaf keagamaan, adalah organisasi yang ditunjuk Yordania yang bertanggung jawab atas kontrol dan pengelolaan situs-situs Islam di kompleks religius Al-Aqsa. Mereka telah sering berbicara menentang tekanan Israel yang semakin meningkat terhadap masjid dan daerah sekitarnya.

Banyak umat Muslim khawatir bahwa Israel akan menggunakan kekacauan perang yang sedang berlangsung untuk menerapkan perubahan abadi terhadap siapa yang mengendalikan situs suci, yang oleh orang Yahudi disebut sebagai Temple Mount.

Abu Sway khawatir situasi ini akan dieksploitasi untuk menerapkan pembatasan jangka panjang di kompleks tersebut. Dan dia menambahkan bahwa Wakaf tidak akan pernah menerima keadaan seperti itu.

Pembatasan terhadap ibadah umat Muslim di Kota Tua ini bertepatan dengan meningkatnya tekanan terhadap Kawasan Armenia di Yerusalem. Di sana, komunitas Kristen Armenia mengaku menghadapi "ancaman eksistensial" menyusul kesepakatan rahasia yang tidak jelas yang dapat membuat sekitar 25 persen dari kawasan tersebut dijual kepada komunitas pemukim Israel.

Sejak dimulainya perang di Gaza saat ini, Israel telah melakukan pembatasan yang ketat terhadap para jemaah yang ingin mencapai kompleks Al-Aqsa. Israel mendirikan banyak pos pemeriksaan dan tidak mengizinkan mereka yang tidak tinggal di Yerusalem untuk masuk.

Peningkatan kekerasan juga terlihat di Tepi Barat, dengan serangan pemukim dan tentara Israel yang menewaskan lebih dari 170 orang Palestina, dan di Yerusalem Timur di mana pasukan polisi memperketat pembatasan pergerakan orang.

Konflik terakhir dimulai ketika serangan yang dipimpin Hamas ke Israel menewaskan sekitar 1.200 warga Israel. Pihak Israel kemudian membombardir Gaza dan melancarkan invasi darat, dan kini telah menewaskan lebih dari 12.000 warga Palestina, termasuk sedikitnya 4.500 anak-anak.

Meskipun ada peningkatan pembatasan di Al-Aqsa, banyak warga Palestina, seperti Zaidan, mengatakan mereka akan terus berusaha untuk mengakses situs keagamaan mereka. Bagi mereka, situs tersebut merupakan simbol perjuangan mereka melawan pendudukan Israel, dan juga situs spiritual yang dihormati.

"Jiwa saya untuk Al-Aqsa, darah saya untuk Al-Aqsa," kata Zaidan

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement