Sabtu 18 Nov 2023 20:47 WIB

Pahlawan Warga di Tengah Pembangunan Jembatan Otista Bogor

Iwan menjadi pahlawan warga karena membuat jembatan darurat di Ciliwung dengan karung

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Bilal Ramadhan
Warga menyeberangi aliran Sungai Ciliwung melalui jembatan darurat. Iwan menjadi pahlawan warga karena membuat jembatan darurat di Ciliwung dengan karung
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Warga menyeberangi aliran Sungai Ciliwung melalui jembatan darurat. Iwan menjadi pahlawan warga karena membuat jembatan darurat di Ciliwung dengan karung

REPUBLIKA.CO.ID, Di tengah cuaca Kota Bogor yang mendung, seorang pria berkaus kuning duduk di pinggir Sungai Ciliwung, tepatnya di Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Di tangan kirinya terdapat gelas plastik berisi kopi hitam yang masih mengebul tertiup angin sepoi-sepoi.

Iwan Suryadi namanya. Pria ini menatap ke arah Sungai Ciliwung yang debitnya baru saja naik akibat hujan Selasa (14/11/2023) malam. Di sisi kanannya, terdapat pembangunan Jembatan Otto Iskandar Dinata (Otista) yang sudah berlangsung sejak Mei lalu.

Baca Juga

Di dalam aliran Sungai Ciliwung yang ditatap Iwan, rupanya terdapat deretan karung berisi batu kali yang disusunnya sejak pembangunan Jembatan Otista dimulai. Deretan karung berisi batu ini, menjadi jembatan sementara bagi warga yang aksesnya terputus karena pembangunan Jembatan Otista.

Jembatan batu ini dibuat oleh Iwan. Bak pahlawan bagi warga, jembatan buatan Iwan bisa menghubungkan antara Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur dan Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah.

photo
Iwan Suryadi (54 tahun), sosok yang membuat jembatan darurat di Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor selama Jembatan Otista dibangun sejak Mei 2023. - (Republika/Shabrina Zakaria)

 

Suatu hari di awal bulan Mei, Iwan mendengar ibu-ibu yang mengeluh karena harus berputar sejauh sekitar 2 kilometer, hanya untuk berbelanja ke Pasar Bogor. Tak hanya ibu-ibu, anak-anak sekolah juga terdampak karena aksesnya terputus dan harus berputar jauh.

Iwan yang sehari-hari bekerja di pinggir Sungai Ciliwung untuk mengeruk pasir, akhirnya mendapatkan ide cemerlang. Dengan dana seadanya, ia membeli ratusan karung dari pasar.

Kemudian, karung-karung itu diisinya dengan batu kali dan diikat dengan kuat. Satu per satu, sekitar 600 karung berisi batu kali itu dijajarkan dan membelah Sungai Ciliwung hingga membentuk jalan setapak.

Hari demi hari dilewatinya seorang diri membuat jembatan buatan itu. Hingga sekitar sepekan kemudian, jembatan batu itu rampung dan bisa dilalui warga. Ibu-ibu pergi ke pasar, anak-anak berangkat sekolah, hingga warga yang sedang berolahraga pagi dan sore. 

Untuk menuju jembatan batu itu, warga harus menuruni tangga berbatu setinggi sekitar 10-15 meter ke bawah. Di ujung jembatan, terdapat ember yang dijadikan keropak, bagi dermawan yang mau menyumbang pemerliharaan jembatan sementara itu.

Karena sehari-hari berada di pinggir Sungai Ciliwung, Iwan selalu siap siaga apabila ada ibu-ibu membutuhkan bantuannya untuk membawa barang belanjaan. Bahkan, tak sekali dua kali Iwan menggendong anak-anak SD yang takut melewati jembatan tersebut.

“Saya selalu standby. Kadang ada yang sandalnya hanyut, saya bantu kejar,” kata Iwan ketika ditemui Republika di lokasi, Rabu (15/11/2023).

Jembatan batu ini dibuat Iwan ketika musim kemarau. Debit air Sungai Ciliwung yang tidak terlalu besar, membuat jembatan ini masih mudah untuk dilalui.

Memasuki musim hujan pada Oktober lalu, debit air Sungai Ciliwung mulai meningkat setiap harinya. Hal itu membuat jembatan batu andalan warga pun terendam air, seperti yang dilihat Republika pada Rabu (15/11/2023) pagi. Alhasil, warga tidak bisa menyebrang di jembatan itu dan kembali memutar.

Hampir setiap hari, Iwan mengawasi jembatan buatannya. Ketika air surut, ia menarik karung-karung batu yang masih bisa digapainya untuk dikembalikan ke tempat semula.

Ia pun tidak merasa keberatan apabila harus membeli karung berulang kali, hanya untuk menambal jembatan yang bolong karena karungnya hanyut terbawa aliran sungai. Alasannya satu, hanya untuk membantu warga melintas. 

“Intinya mengerahkan tenaga saja. Kapan lagi saya bisa beramal?” ucap pria berusia 54 tahun ini.

Tak lama, seorang pria paruh baya muncul dari atas tangga di Kelurahan Baranangsiang. Ia menengok ke arah bawah, dan wajahnya menunjukkan raut kekecewaan.

Rupanya, ia baru saja ingin menyeberangi jembatan batu untuk belanja ke Pasar Bogor. Namun jembatan andalannya itu ternyata tenggelam oleh aliran Sungai Ciliwung. Bahkan, ia mengenal Iwan yang membuat jembatan itu karena setiap hari ada di sana.

Pria ini merupakan warga Kelurahan Tajur, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor bernama Teguh (54). Setiap hari, ia belanja ke Pasar Bogor untuk kebutuhan di warungnya.

“Yah… terpaksa deh harus memutar lagi. Jembatannya sudah tenggelam,” ujarnya sambil terkekeh.

Ia pun memutar balik kembali ke jalan raya untuk naik angkutan kota (angkot) menuju Pasar Bogor. Sambil menatap Jembatan Otista, Teguh berharap jembatan ini selesai tepat waktu agar mobilisasi warga bisa lebih mudah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement