Ahad 19 Nov 2023 13:53 WIB

Rasio Kewirausahaan Indonesia Hanya 3,47 Persen, Sekarang Saatnya Dirikan UMKM?

Indonesia harus mengejar target kenaikan rasio kewirausahaan hingga 12 persen.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Lida Puspaningtyas
Bea Cukai secara kontinu berupaya meningkatkan kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kegiatan ekspor.
Foto: Bea Cukai
Bea Cukai secara kontinu berupaya meningkatkan kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kegiatan ekspor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejumlah lembaga internasional memprediksi Indonesia bakal menjadi negara maju pada 2045 mendatang. Namun, untuk dapat mengejar target tersebut, Indonesia harus mengejar target kenaikan rasio kewirausahaan hingga 12 persen yang merupakan prasyarat utama sebagai negara maju.

Hanya saja, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Arif Rahman Hakim menjelaskan saat ini rasio kewirausahaan nasional baru mencapai 3,47 persen. Artinya butuh upaya keras dari pemerintah dan stakeholder terkait agar target minimal 12 persen di tahun 2045 bisa terpenuhi.

Baca Juga

"Saat ini pengembangan kewirausahaan berfokus pada inovasi yang menjadi salah satu kunci untuk menghadapi tantangan transformasi tren dunia yang cukup cepat,” kata Arif di dalam diskusi media di Jakarta, akhir pekan ini. 

Arif menjelaskan, ada sejumlah indikator yang perlu dicapai pelaku UMKM untuk bisa disebut naik kelas. 

Pertama terwujudnya seluruh variabel yang menjadi amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan Koperasi dan UMKM. 

Kedua, terpenuhinya variabel yang diatur dalam PP Nomor 8 2021 tentang modal dasar perseroan serta pendirian, perubahan dan pembubaran perseroan yang memenuhi kriteria UMKM.

Ketiga, lanjut Arif, terwujudnya kenaikan omzet UMKM dan ketiga inklusifitas UMKM dalam pemanfaatan teknologi dan informasi. 

Keempat, terwujudnya kemudahan ekspor dan kemudahan akses informasi. Selanjutnya kelima terwujudnya klasterisasi dan hilirisasi produk sebagaimana dalam pilot proyek rumah produksi bersama yang diharapkan dapat direplikasi di daerah lainnya.

Asisten Deputi Pembiayaan dan Investasi UKM, Deputi Bidang UKM, KemenKopUKM, Temmy Satya Permana menambahkan upaya pemerintah mendorong UMKM naik kelas dihadapkan pada masalah yang cukup serius di tengah masifnya perkembangan teknologi informasi. Pelaku usaha yang mayoritas adalah pelaku usaha mikro justru dihadapkan pada perang harga di dalam platform digital.

Masalah lain adalah pelaku UMKM didominasi oleh reseller daripada produsen. Hal ini mengakibatkan multiplier effect dari UMKM menjadi tidak begitu besar. Parahnya lagi UMKM yang mayoritas usaha mikro merupakan pelaku usaha subsisten.

"Ironisnya ekonomi digital ini isinya 90 persen dari pelaku usaha kita adalah reseller bukan prodesn. Nah ini jadi tugas berat bagi kami dan Kementerian Lembaga terkait yang membina UKM, KemenKopUKM hanya sebagai koordinator," ujar Temmy.

Tantangan lain di sektor UMKM untuk menuju Indonesia emas di tahun 2045 adalah derasnya produk impor. Hal itu mengakibatkan UMKM khususnya para produsen menjadi kian berat tantangannya. Oleh sebab demi melindungi pasar dalam negeri, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

"Salah satu cara kita adalah membatasi arus barang masuk ke negara kita adalah melalui aturan yang bijak dan tegas. Selain itu kita perlu mengedukasi masyarakat untuk mencintai produk dalam negeri," kata dia. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement