Senin 20 Nov 2023 07:00 WIB

Para Ahli Sebut Transformasi Sistem Pertanian Jadi Solusi Iklim Signifikan

Produksi pertanian di Asia menjadi sumber utama dari emisi gas rumah kaca.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Transformasi sistem pertanian dan pangan dinilai menjadi solusi iklim yang signifikan.
Foto: Pxhere
Transformasi sistem pertanian dan pangan dinilai menjadi solusi iklim yang signifikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sistem agrifood yang inklusif dan tangguh diperlukan di wilayah terpadat di dunia jika tujuan iklim global ingin diwujudkan, demikian laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) pada penutupan Asia-Pacific Climate Week. Ini merupakan sebuah pendahuluan regional yang besar untuk konferensi iklim global PBB mendatang, COP28, di Dubai akhir bulan ini.

Asia-Pacific Climate Week (APCW) mempertemukan lebih dari seribu ahli di kota Johor Bahru, Malaysia, untuk mendiskusikan berbagai macam isu terkait iklim, mulai dari kenaikan suhu global, emisi gas rumah kaca, hingga isu-isu terkait krisis air, kekeringan, banjir, serta deforestasi regional. Kebutuhan untuk mentransformasi sistem pertanian pangan Asia dan Pasifik juga menjadi agenda utama, karena hal tersebut dinilai krusial guna mengantisipasi krisis iklim dengan lebih baik, serta meminimalkan risiko di masa depan melalui mitigasi dan adaptasi.

Baca Juga

Para ahli yang berembuk di APCW percaya bahwa transformasi sistem pertanian dan pangan merupakan solusi iklim yang signifikan. Pasalnya, produksi pertanian di Asia merupakan sumber utama emisi gas rumah kaca, dengan penanaman padi, penggunaan pupuk sintetis, pembakaran sisa tanaman, dan pengelolaan pupuk kandang yang merupakan sumber utama di berbagai negara di kawasan ini.

Laporan FAO State of Food and Agriculture 2023 (SOFA), menemukan bahwa lebih dari 10 triliun dolar AS hilang setiap tahunnya dalam bentuk biaya tersembunyi yang berkaitan dengan sistem pertanian dunia, dengan seperlima dari biaya tersebut merupakan biaya lingkungan.