REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pabrik gandum terbesar satu-satunya di Jalur Gaza, berhenti beroperasi setelah mengalami kerusakan parah akibat pengeboman besar-besaran tentara Israel pada Rabu, menurut seorang distributor tepung kepada Anadolu Agency pada Ahad (20/11/2023).
"Pabrik gandum Al-Salam diserang artileri Israel pada Rabu malam, yang membuatnya berhenti beroperasi," sebut Elias Awad, seorang distributor tepung di Gaza tengah dan selatan.
Dia mengkhawatirkan permasalahan lebih jauh bagi rakyat Gaza setelah penutupan pabrik tersebut, karena menurut perjanjian internasional, pemerintah Palestina tidak dapat mengimpor tepung gandum dan sebaliknya harus membeli komoditas penting tersebut dari pedagang Israel.
"Jalur Gaza terikat dengan Otoritas Palestina, yang menurut Protokol Paris, pedagang Palestina tidak dapat mengimpor gandum langsung dari negara-negara penghasil gandum, melainkan membeli dari pedagang Israel dan menyimpannya di silo-silo," ujar Awad.
Dia mengatakan Al-Salam sebagai pabrik terbesar di Jalur Gaza yang memproduksi tepung. Pabrik itu memiliki produksi dan gudang penyimpanan terbesar dengan kapasitas 7.000 ton, sebelum perang" kata dia.
"Kami biasanya memproduksi 350 ton tepung dan sekitar 100 ton pakan ternak." lanjutnya.
Sejak perang meletus, pabrik menerima solar dari Agensi Pekerjaan dan Pemulihan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) untuk menggiling tepung gandum dan komoditas lain.
"Sebelum perang, kami memproduksi lebih dari lima jenis tepung dan pakan ternak, dan kami bekerja 24 jam sehari. Selama perang, jam kerja kami berkurang menjadi 12 jam karena kami tidak dapat tidur di penggilingan akibat pengeboman di kawasan itu," kata Awad.
Pada Sabtu, UNRWA mengatakan "kurangnya pasokan, pengeboman tanpa henti dan putusnya komunikasi membuat pemberian bantuan kemanusiaan sangat sulit." selain itu mengantre untuk mendapatkan roti menjadi mengkhawatirkan dan tidak aman setelah Israel mengebom sekitar 10 toko roti di Gaza."
Dalam konferensi pers Jumat, juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan tidak ada