Senin 20 Nov 2023 11:43 WIB

Pesantren Kini Punya Keleluasaan dalam Sistem Pendidikan Nasional, Begini Penjelasannya

Pesantren diakui pemerintah sebagai salah satu satuan pendidikan

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Pondok Pesantren. Pesantren diakui pemerintah sebagai salah satu satuan pendidikan
Foto: ANTARA/NOVRIAN ARBI
Ilustrasi Pondok Pesantren. Pesantren diakui pemerintah sebagai salah satu satuan pendidikan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pondok pesantren kini lebih bebas memilih bentuk pendidikan yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan santrinya, tanpa harus mendirikan sekolah formal.

Dengan pengakuan pemerintah secara penuh kepada pesantren, maka apapun pendidikan yang dimilikinya akan dapat meluluskan santri yang siap kuliah atau masuk ke dunia kerja. 

Baca Juga

Sekretaris Majelis Masyayikh, KH Muhyiddin Khotib, mengatakan, saat ini pesantren tidak harus menyelenggarakan pendidikan formal secara penuh, namun dapat dilakukan dengan pendekatan pengajaran kitab.

Secara legalitas saat ini sudah tidak ada masalah, karena apapun bentuk pendidikannya akan tetap direkognisi pemerintah, sehingga ijazahnya setara dengan pendidikan formal. 

"Pesantren telah berkontribusi mencerdaskan bangsa mulai zaman penjajahan hingga masa reformasi sampai saat ini. Namun pada era orde baru pesantren tidak diakui dan dikeluarkan dari Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), oleh karena itu lulusan pesantren tidak diakui ijazahnya, sehingga harus menempuh ujian persamaan apabila ingin kuliah atau melanjutkan ke jenjang formal," kata Kiai Muhyiddin dalam Sosialisasi Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Ahad (19/11/2023). 

Kiai Muhyiddin mengatakan, di masa orde baru membuat banyak pesantren harus berkompromi dengan pemerintah, dengan cara mengubah pendidikannya menjadi formal berbentuk SD-SMA atau Madrasah Ibtidaiyah hingga Madrasah Aliyah.

Pertaruhannya adalah metode pendidikan lama yang menjadi andalan pesantren, yaitu bandongan dan sorogan menjadi tidak terpakai. Kemudian pesantren beralih ke sekolah-sekolah formal yang mengikuti kurikulum pemerintah, sehingga kualitasnya turun.

"Tetapi pada saat ini era penyeragaman sudah berakhir, dengan terbitnya UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Pesantren diberi kebebasan mengatur pendidikannya sendiri tanpa harus mengikuti kurikulum Kemendikbud maupun Kemenag. Sekolahnya tidak harus formal, silabusnya bebas, sistem, jam masuk, dan aturannya juga bebas," ujar Kiai Muhyiddin.

Ia mengatakan, pondok pesantren diminta menunjukkan kembali kualitas pendidikan pesantren yang dari dulu dikenal unggul dalam ilmu-ilmu agama. Majelis Masyayikh merekomendasikan kurikulum pesantren tetap berbasis kitab.

Pemerintah telah membuka mata bahwa produk pesantren tidak lebih buruk, sehingga tidak perlu ada penyetaraan. Justru produk pesantren lebih memiliki keunggulan daripada produk sekolah negeri.

Kiai Muhyiddin mengatakan, isu utamanya saat ini adalah kualitas, bukan lagi pengakuan. Saat ini lulusan pesantren bisa melanjutkan pendidikan atau melamar pekerjaan di mana saja dengan menggunakan ijazah dari pesantren. Tentang kualitasnya saat ini sedang dibangun sistem penjaminan mutu oleh Majelis Masyayikh.

Ketua Majelis Masyayikh, KH Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, kini saatnya pesantren meningkatkan kualitas semaksimal mungkin, tanpa menoleh ke sekolah formal. Kualitas pesantren akan mengacu pada Dokumen Sistem Penjaminan Mutu (SPM) Pesantren yang baru pekan lalu diluncurkan.

Pada dasarnya, Majelis Masyayikh berusaha menerapkan tiga kata kunci dari Undang-Undang Pesantren, yaitu rekognisi, fasilitasi, dan afirmasi. Rekognisi berarti pengakuan dari negara terhadap pesantren, mulai dari kurikulum hingga ijazah lulusannya, agar tidak ada lagi penolakan dari satu pihak kepada alumni pesantren.

"Kami berharap di masa depan, tidak akan ada lagi kasus penolakan terhadap lulusan Ma'had Aly yang ingin melanjutkan pendidikan S2 di perguruan tinggi," ujar Gus Rozin.

Baca juga: Sungai Eufrat Mengering Tanda Kiamat, Bagaimana dengan Gunung Emasnya?

Gus Rozin mengatakan, terkait fasilitasi sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk membantu pesantren dalam hal-hal teknis. Sementara itu tentang aspek afirmasi, ia meminta pemerintah dan pemerintah daerah membuat kebijakan yang menguntungkan pesantren secara politis.

"Maka kami Majelis Masyayikh sedang mengupayakan agar setiap daerah memiliki Perda Pesantren. Dengan demikian ada alasan bagi Pemda untuk memberikan perhatian dan juga APBD kepada pesantren," katanya. 

Pemerintah telah membuka...

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement