REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dolar AS terpantau merosot ke level terendah dalam dua bulan terakhir pada Senin (20/11/2023). Hal itu memperpanjang tren penurunan dari pekan lalu karena para traders meyakini bahwa suku bunga AS telah mencapai puncaknya dan dan menunggu The Fed mulai menurunkan suku bunga.
Dikutip dari Reuters, Senin (20/11/2023), yuan mencapai level tertinggi dalam tiga bulan baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Hal itu didukung oleh bank sentral China yang memberi penguatan pada dolar Australia dan Selandia Baru karena keduanya sering digunakan sebagai proxy likuid untuk yuan.
Indeks dolar di perdagangan Asia juga mencapai titik terendah pada angka 103,53 yang merupakan level terlemah sejak 1 September 2023. Hal itu memperpanjang penurunan hampir dua persen dari pekan lalu yang berarti merupakan penurunan mingguan paling tajam sejak Juli 2023.
Terhadap melemahnya greenback, euro mencapai level tertinggi sejak Agustus 2023 pada level 1,09365 dolar AS. Sementara yen menguat pada level tertinggi satu bulan di 148,68 per dolar AS.
Pasar telah memperhitungkan risiko kenaikan suku bunga lebih lanjut dari The Fed setelah sejumlah indikator ekonomi AS yang lebih lemah dari perkiraan pada pekan lalu. Terutama setelah angka inflasi yang berada di bawah perkiraan.
Fokus saat ini beralih pada seberapa cepat penurunan suku bunga The Fed. CME Fed Watch memproyeksikan hal itu dapat dilakukan dengan perkiraan pada masa depan ada kemungkinan 30 persen The Fed dapat mulai menurunkan suku bunga pada awal Maret 2024.
“Perkiraan pasar terhadap kebijakan FOMC kemungkinan akan tetap stabil, sehingga dolar AS hanya memiliki sedikit katalis untuk menggerakkannya pekan ini ini. Jika kita melihat selera risiko meningkat lagi, maka dolar AS pasti akan semakin melemah." kata ahli strategi mata uang Commonwealth Bank of Australia (CBA) Carol Kong.
Yuan, yang telah melemah hampir empat persen terhadap dolar AS pada tahun ini terus tertekan oleh lemahnya pemulihan ekonomi di China dan sentimen investor yang masih rapuh. “Saya pikir tema pemulihan ekonomi Tiongkok yang lemah akan bertahan untuk sementara waktu,” tutur Kong.
Lalu yang juga akan dirilis pekan ini adalah risalah pertemuan terbaru The Fed yang akan memberi warna pada pemikiran para pengambil kebijakan. Sebab The Fed mereka mempertahankan suku bunga stabil untuk kedua kalinya bulan ini.
"(Risalah rapat FOMC) dapat menggarisbawahi reli risiko yang mendukung imbal hasil Treasury AS dan dolar AS yang lebih lemah, di samping pembelian aset berisiko," ucap Kepala Ekonomi dan Strategi Mizuho Bank, Vishnu Varathan.
Sementara itu, China mempertahankan suku bunga pinjaman acuannya tidak berubah pada penetapan bulanan. Pelemahan yuan terus membatasi pelonggaran moneter lebih lanjut dan para pembuat kebijakan menunggu untuk melihat dampak stimulus sebelumnya terhadap permintaan kredit.