REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung menilai, kepala desa dan perangkat desa tak bisa disebut sebagai pejabat publik atau pejabat politik. Sehingga mereka bebas mengatakan apa saja, termasuk hal yang berkaitan dengan Pilpres 2024.
Di samping itu, banyak sekali organisasi yang mengatasnamakan organisasi desa. Bahkan Komisi II sudah didatangi oleh sejumlah kelompok tersebut, ketika membahas rencana revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
"Papdesi itu juga terbentuk beberapa waktu lalu dan itu ada afiliasinya dengan sebuah parpol. Jadi, selama tidak melanggar undang-undang, tidak melanggar peraturan, mereka juga punya hak politik. Iya? Melakukan dukungan," ujar Doli di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/11/2023).
"Jadi, kita kembalikan saja kepada aturan main, kalau emang itu melanggar peraturan iya kan. Banyak instrumennya, macem-macem, ada Bawaslu, nanti ada Gakkumdu, tapi kalau selama nggak ada peraturan yang dilanggar iya, semua orang punya hak politik untuk menentukan sikap politiknya," kata dia menambahkan.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menjawab diskursus terkait kedatangan calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka di Silaturahmi Nasional (Silatnas) Desa 2023 di Indonesia Arena, Jakarta. Ia menegaskan, acara tersebut hanya merupakan forum penyampaian aspirasi dari perangkat desa.
"Kami memastikan bahwa di acara tersebut tidak ada penyampaian dan penerimaan dukungan. Dalam pelaksanaan acara tersebut hingga selesai jelas tidak ada sama sekali bentuk penyampaian dukungan politik kepada kami," ujar Habiburokhman lewat keterangan tertulisnya.
Habiburokhman mengatakan, Koalisi Prabowo-Gibran berpatokan kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Dalam Pasal 280 Ayat 2, kepala desa dan aparat perangkat desa dilarang dalam kegiatan kampanye.
Kemudian larangan kepala desa dan aparat perangkat desa juga dilarang dalam Pasal 282 UU Pemilu. Mereka dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
"Kami merasa perlu menghadiri undangan panitia tersebut karena kami memang harus mendengar, menerima, menyerap aspirasi semua elemen masyarakat. Termasuk kepala desa dan perangkat desa," ujar Habiburokhman.