Senin 20 Nov 2023 15:17 WIB

Apresiasi Pemecatan Jaksa Nakal, ICW Minta Kejagung Perbaiki Sistem Pencegahan Internal

Sistem pencegahan internal untuk mengantisipasi terulangnya kasus Kajari Situbondo.

Rep: Ali Mansur/ Red: Joko Sadewo
Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso Puji Triasmoro (kiri) memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan pasca OTT di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (16/11/2023). Dari OTT tersebut KPK menahan Kajari Bondowoso Puji Triasmoro dan Kasi Pidsus Kejari Bondowoso Alexander Silaen beserta dua orang pihak swasta terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji dalam rangka pengurusan perkara di Kejaksaan Negeri Bondowoso, dengan barang bukti berupa uang senilai Rp 450 juta.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso Puji Triasmoro (kiri) memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan pasca OTT di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (16/11/2023). Dari OTT tersebut KPK menahan Kajari Bondowoso Puji Triasmoro dan Kasi Pidsus Kejari Bondowoso Alexander Silaen beserta dua orang pihak swasta terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji dalam rangka pengurusan perkara di Kejaksaan Negeri Bondowoso, dengan barang bukti berupa uang senilai Rp 450 juta.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA — Lembaga pemantau korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai langkah Jaksa Agung ST Burhanuddin memecat dan tidak memberi pendampingan hukum terhadap Kejari Puji Triasmoro dan Kasie Pidsus Alexander Kristian Diliyanto Silaen dari Korps Adhyaksa sudah sangat tepat.

Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Diky Anandya, engapresiasi keputusan Jaksa Agung yang memecat  Kejari Puji Triasmoro dan Kasie Pidsus Alexander Kristian Diliyanto Silaen. Sebab bagaimana mungkin Kejaksaan secara institusi memberikan bantuan hukum terhadap anggotanya yang merusak citra Kejaksaan.

“Saya kira sudah tepat tidak melakukan pendampingan hukum terhadap tersangka kasus korupsi begitu. Karena ini kan berkaitan dengan citra lembaga. Ini satu hal sepertinya patut diapresiasi sepertinya juga belajar dari kasus Pinangki,” kata Diky, Senin (20/11/2023).

Meski demikian, Dicky mengingatkan tentang pentingnya sistem pencegahan korupsi di internal Kejaksaan. Dijelskannya, kinerja Kejaksaan sendiri dalam menangani perkara tindak pidana korupsi itu secara kuantitas lebih baik dibansing KPK maupun polisi. Hanya saja semestinya penguatan dari segi penegakan hukum di internal Kejaksaan harus diperbaiki jangan hanya di eksternal saja. 

Menurutnya, kasus penangkapan dan penetapan tersangka dua jaksa dari Kejari Bondowoso, Jawa Timur oleh KPK mengingatkan pada kasus Pinangki Sirna Malasari. Kejaksaan harus belajar dari kasus-kasus ini, dengan cara pencegahan.

Diingatkannya, kasus penangkapan jaksa di Jawa Timur tersebut dapat merusak citra institusi Kejaksaan. .“Salah satu strategi pencegahan di internal Kejaksaan adalah bagaimana memastikan sistem integritas di lembaga Kejaksaan dan setiap satuan kerja di seluruh Indonesia bisa berjalan dan terintegrasi di internal,” ungkap Diky.

Diberitakan Republika.co.id sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin memastikan memecat Kepala Kejari Puji Triasmoro dan Kasie Pidsus Alexander Kristian Diliyanto Silaen. Pemecatan tersebut menyusul keduanya terjaring operasi tangkap tangan oleh lembaga antirasuah pada Rabu (15/11/2023).  

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana menyampaikan, pihaknya tak akan memberikan pendampingan hukum terhadap kedua jaksa tersebut. Malahan, pimpinan memutuskan keduanya dibebastugaskan.  

Menurut Ketut, Jaksa Agung menyampaikan dukungannya atas operasi OTT KPK terhadap dua jaksa tersebut. Pasalnya, operasi tersebut dilakukan sekaligus untuk membantu Kejagung dalam upaya bersih-bersih Korps Adhyaksa dari perilaku koruptif para jaksa di seluruh Indonesia.  

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement