REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga non-profit Komite Perlindungan Jurnalis (CJP) mengatakan perang Israel di Gaza menelan banyak nyawa jurnalis. Lembaga itu mengatakan CPJ sedang menyelidiki semua laporan mengenai wartawan dan pekerja media yang terbunuh, terluka, atau hilang dalam perang tersebut.
CJP mengatakan November 2023 menjadi bulan paling mematikan bagi para jurnalis sejak CPJ mulai mengumpulkan data pada tahun 1992. Dikutip dari situs resmi CJP hingga 19 November, investigasi awal CPJ menunjukkan setidaknya 48 jurnalis dan pekerja media termasuk di antara lebih dari 13.000 orang yang terbunuh sejak perang dimulai pada 7 Oktober.
CJP mengatakan hari paling mematikan kedua untuk kematian jurnalis terjadi pada 18 November, dengan lima orang terbunuh; hari paling mematikan dalam perang ini adalah hari pertama, 7 Oktober, dengan enam jurnalis terbunuh.
CJP mengatakan pada 27 Oktober lalu kantor berita Reuters melaporkan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan Reuters dan Agence France Press mereka tidak dapat menjamin keselamatan jurnalis dua kantor berita itu yang beroperasi di Jalur Gaza. Setelah mereka meminta jaminan jurnalis mereka tidak akan menjadi sasaran serangan Israel.
Para jurnalis di Gaza menghadapi risiko yang sangat tinggi ketika mereka mencoba meliput konflik selama serangan darat Israel. Termasuk serangan udara yang mengerikan, komunikasi yang terganggu, kekurangan pasokan, dan pemadaman listrik yang meluas.
CPJ mencatat sampai Ahad (19/11/2023) kemarin, 48 wartawan dan pekerja media dipastikan tewas: 43 orang Palestina, 4 orang Israel, dan 1 orang Lebanon. 9 jurnalis dilaporkan terluka. 3 wartawan dilaporkan hilang. 13 jurnalis dilaporkan ditangkap.
Berbagai serangan, ancaman, serangan siber, penyensoran, dan pembunuhan terhadap anggota keluarga para wartawan juga terjadi.
CPJ juga sedang menyelidiki sejumlah laporan yang belum dikonfirmasi mengenai jurnalis lain yang dibunuh, hilang, ditahan, dilukai, atau diancam, serta kerusakan kantor media dan rumah jurnalis.
"CPJ menekankan bahwa wartawan adalah warga sipil yang melakukan pekerjaan penting selama masa krisis dan tidak boleh menjadi sasaran pihak-pihak yang bertikai," kata koordinator program CPJ untuk Timur Tengah dan Afrika Utara Sherif Mansour.
"Para jurnalis di seluruh wilayah ini melakukan pengorbanan besar untuk meliput konflik yang memilukan ini. Mereka yang berada di Gaza, khususnya, telah membayar, dan terus membayar, jumlah korban yang belum pernah terjadi sebelumnya dan menghadapi ancaman yang sangat besar.
"Banyak yang telah kehilangan rekan kerja, keluarga, dan fasilitas media, serta melarikan diri untuk mencari tempat yang aman ketika tidak ada tempat berlindung yang aman atau jalan keluar," tambah Mansour.
CJP mengatakan daftar yang dipublikasikan di sini mencakup nama-nama berdasarkan informasi yang diperoleh dari sumber-sumber CPJ di wilayah tersebut dan laporan-laporan media. Daftar ini mencakup semua jurnalis yang terlibat dalam kegiatan pengumpulan berita.
Belum diketahui pasti apakah semua jurnalis ini sedang meliput konflik pada saat kematian mereka, tetapi CPJ memasukkan mereka dalam hitungannya saat menyelidiki keadaan mereka.