Selasa 21 Nov 2023 06:20 WIB

Dampak Yuan Melemah, PBOC Masih Jaga Level Bunga Acuan

Deflasi di China masih mengancam karena melemahnya pasar properti disana

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
China mempertahankan suku bunga pinjaman acuan. Hal ini dikarenakan pelemahan yuan yang membatasi otoritas moneter melakukan pelonggaran lebih lanjut.
Foto: EPA-EFE/MARK R. CRISTINO
China mempertahankan suku bunga pinjaman acuan. Hal ini dikarenakan pelemahan yuan yang membatasi otoritas moneter melakukan pelonggaran lebih lanjut.

REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- China mempertahankan suku bunga pinjaman acuan. Hal ini dikarenakan pelemahan yuan yang membatasi otoritas moneter melakukan pelonggaran lebih lanjut. 

Seperti dilansir dari laman Reuters, Selasa (21/11/2023) Bank sentral China memilih menunggu untuk melihat efek dari stimulus sebelumnya terhadap permintaan kredit. People’s Bank of China (PBOC) mempertahankan suku bunga kredit utama satu tahun (loan prime rate) tetap pada 3,45 persen dan loan prime rate lima tahun pada 4,20 persen.

Pemulihan ekonomi di negara terbesar kedua dunia ini belum merata. Hal ini nampak dari hasil industri dan penjualan ritel yang secara mengejutkan mengalami peningkatan. 

Namun, deflasi masih mengancam. Hal ini karena pasar properti sedang tertekan dan masih sulit bangkit dalam waktu dekat. 

Sebagian besar pinjaman baru dan yang belum lunas di China didasarkan pada loan prime rate satu tahun, sementara tingkat lima tahun memengaruhi harga KPR. Dalam survei yang dilakukan kepada 26 pengamat pasar pekan lalu, semua memprediksi tidak ada perubahan pada tingkat suku bunga loan prime rate satu tahun maupun lima tahun. 

Penetapan ini juga dilakukan setelah bank sentral atau PBOC tidak mengubah tingkat likuiditas antar bank jangka menengah pekan lalu. Pada tingkat loan prime rate satu tahun secara longgar dikaitkan dengan fasilitas pinjaman jangka menengah (medium-term lending facility). 

Pelaku pasar biasanya juga melihat perubahan suku bunga medium-term lending facility sebagai awal dari penyesuaian loan prime rate.

“Pembuat kebijakan perlu lebih banyak waktu untuk mengakses dampak penyesuaian harga kontrak hipotek yang ada, sebelum melakukan perubahan lebih lanjut terhadap suku bunga acuan," kata Kepala Ekonomi Capital Economics Julian Evans-Pritchard.

Tapi melemahnya ekonomi dan berbaliknya tekanan terhadap yuan bisa membuat suku bunga turun. "Kami pikir penurunan suku bunga akan terjadi dalam waktu dekat,” kata Pritchard. 

Dia memperkirakan suku bunga China akan turun 20 basis poin pada kuartal I tahun depan. Data terbaru menunjukan pemulihan Negeri Tirai Bambu masih belum merata. Produksi industri dan penjualan ritel memberikan kabar positif, namun deflasi semakin meningkat dan belum ada tanda sinyal pemulihan dalam waktu dekat bagi pasar properti yang kesulitan. 

Meskipun perekonomian memerlukan lebih banyak stimulus kebijakan, meningkatnya pelonggaran moneter akan menambah tekanan negatif yang tidak diinginkan pada yuan.  

Menurutnya dengan gambaran besar bahwa momentum ekonomi yang lemah dan tekanan ke bawah pada renminbi yang berbalik, menurutnya penurunan suku bunga akan terjadi. 

Yuan China sendiri telah berhasil mengembalikan sebagian dari kerugiannya dalam sepanjang 2024, setelah kehilangan lebih dari enam persen terhadap dolar pada satu titik pada September 2023.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement