Selasa 21 Nov 2023 15:13 WIB

Jenderal Agus: Netralitas TNI adalah Komitmen Kita

TNI mengaku sudah membentuk posko pengaduan jika ada prajurit yang tak netral.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Panglima TNI terpilih Jenderal Agus Subiyanto menegaskan netralitas institusinya pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 usai rapat paripurna ke-9 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Panglima TNI terpilih Jenderal Agus Subiyanto menegaskan netralitas institusinya pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 usai rapat paripurna ke-9 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI terpilih Jenderal Agus Subiyanto menegaskan netralitas institusinya pada Pemilu 2024. Hal itu kembali disampaikannya usai DPR menetapkannya sebagai pengganti Laksamana Yudo Margono dalam rapat paripurna ke-9 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024.

Netralitas TNI pada Pemilu 2024 berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Di dalamnya mengatur, sanksi denda maupun pidana bagi anggota TNI aktif yang terlibat dalam kampanye.

Baca Juga

Dalam UU Pemilu, bentuk keikutsertaan selanjutnya yang tidak boleh dilakukan oleh anggota TNI adalah termasuk melaksanakan, menjadi peserta, dan tim kampanye peserta pemilu. Lalu, aparat TNI juga dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan peserta atau tim kampanye tertentu di pemilu.

"Itu (netralitas) komitmen kita," ujar Agus di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/11/2023).

TNI sudah membentuk posko pengaduan jika masyarakat menemukan prajuritnya yang tak netral pada Pemilu 2024. Ia mengingatkan adanya sanksi teguran hingga pidana terhadap anggotanya yang berpolitik praktis.

Di samping itu, TNI juga sudah menerbitkan buku saku terkait netralitasnya pada Pemilu 2024. Terdapat lima poin di dalamnya, yang pertama adalah tidak memihak dan tidak memberi dukungan kepada partai politik manapun, beserta pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Kedua, tidak memberikan fasilitas tempat atau sarana dan prasarana milik TNI kepada pasangan calon dan partai politik untuk digunakan sebagai sarana kampanye. Ketiga, keluarga prajurit TNI yang memiliki hak pilih atau hak individu selaku warga negara Indonesia dilarang memberi arahan dalam menentukan hak pilih.

Keempat, tidak memberikan tanggapan, komentar, dan mengunggah apapun terhadap hasil hitung cepat sementara yang dikeluarkan oleh lembaga survei. Terakhir, menindak tegas prajurit TNI dan PNS yang terbukti terlibat politik praktis, memihak, dan memberi dukungan partai politik, serta pasangan calon yang diusung.

"Kalau dia melakukan suatu pelanggaran itu seperti yang sudah saya sampaikan, dia bisa dipidana atau teguran dari komandan satuannya," ujar Agus.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement