Selasa 21 Nov 2023 17:17 WIB

Pejabat AS Dilaporkan Mulai Frustrasi dengan Kegilaan Israel di Gaza

Pemerintahan Biden tidak lagi sependapat dengan pemerintahan Netanyahu

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Presiden Joe Biden bersama PM Israel, Bejamin Netanyahu
Foto: VOA
Presiden Joe Biden bersama PM Israel, Bejamin Netanyahu

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Para pejabat Amerika Serikat (AS) menjadi semakin frustrasi terhadap tindakan militer dan kepemimpinan Israel yang menargetkan warga sipil di Gaza. Kekhawatiran ini terlihat jelas dalam panggilan telepon dan pertemuan selama 40 hari terakhir.

Israel telah melancarkan operasi udara, laut dan darat di seluruh Gaza karena negara tersebut menyatakan ingin menumpas kelompok perlawanan Palestina, Hamas. Sebelumnya Hamas melancarkan serangan mengejutkan pada 7 Oktober, dan menjadi serangan paling mematikan yang pernah terjadi di Israel dalam beberapa dekade. Israel telah memaksa ratusan ribu warga sipil Palestina mengungsi. Israel juga tak segan membunuh atau melukai ribuan warga sipil lainnya, termasuk anak-anak, perempuan, dan lansia.

Baca Juga

Sumber yang mengetahui diskusi antara pejabat Amerika dan Israel merujuk pada komentar Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken baru-baru ini sebagai tanda bahwa pemerintahan Biden tidak lagi sependapat dengan pemerintahan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu terkait dengan operasi di Gaza. Hal ini sepertinya tidak akan secara signifikan mengubah kebijakan atau dukungan AS terhadap Israel seperti yang dituntut oleh beberapa anggota Partai Demokrat progresif dalam beberapa hari terakhir.

Blinken mengatakan kepada wartawan, ada banyak hal yang perlu dilakukan untuk melindungi warga sipil di Gaza. Blinken juga mengatakan, terlalu banyak warga Palestina yang terbunuh dalam beberapa minggu setelah serangan 7 Oktober.

Seorang pejabat AS, yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan, Blinken menyampaikan dengan sangat jelas kepada pejabat Israel secara pribadi selama dua perjalanannya ke Israel sejak serangan itu. Tanda lain dari perbedaan pandangan AS dan Israel adalah ketika Netanyahu mengklaim bahwa Israel akan memiliki otoritas keamanan atas Gaza jika perang saat ini berakhir. Sementara Blinken mengatakan, Washington menentang pendudukan kembali atau pengepungan apa pun di Gaza setelah perang berakhir.

Pendudukan Israel yang terus berlanjut atas wilayah Palestina dan kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Israel di Tepi Barat telah menjadi perdebatan lain yang diangkat oleh Blinken dan pimpinan Pentagon. Pada Kamis (16/11/2023) lalu, Blinken mengatakan kepada seorang anggota kabinet perang Israel, Benny Gantz bahwa pemerintah Netanyahu perlu mengambil langkah-langkah afirmatif untuk meredakan ketegangan di Tepi Barat, termasuk dengan menghadapi meningkatnya tingkat kekerasan ekstremis pemukim.

Amerika Serikat kembali mengirim ribuan tentara dan aset militernya ke Timur Tengah setelah mengurangi kehadirannya dalam beberapa tahun terakhir. Washington juga khawatir dengan kemungkinan terseret ke dalam konflik yang lebih luas di wilayah tersebut. Pasukan Amerika di Irak dan Suriah telah diserang oleh milisi yang didukung Iran kurang dari 60 kali sejak 17 Oktober, dan puluhan anggota militer terluka.

Sebuah kapal perang AS juga telah menembak jatuh sebuah drone yang menurut Pentagon ditembakkan oleh Houthi di Yaman. Sementara itu, drone Amerika Serikat senilai 32 juta dolar AS ditembak jatuh oleh Houthi dua minggu lalu.

Semakin lama perang Gaza berlangsung, maka pasukan AS di wilayah tersebut berisiko diserang. Hal ini juga berarti bahwa aset-aset yang berpotensi diperlukan untuk fokus ancaman Cina dan Rusia tidak akan tersedia.

Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin telah menekan menteri pertahanan Israel mengenai operasi yang dilakukan oleh tentara Israel baru-baru ini, serta kekerasan di Tepi Barat. Al Arabiya English meninjau 21 pembacaan Pentagon mengenai panggilan telepon antara Austin dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant sejak 7 Oktober. Austin juga melakukan perjalanan ke Israel seminggu setelah serangan Hamas.

Dalam empat pembacaan pertama, ditambah satu pertemuan tambahan antara Austin dan Gallant di Israel, pihak AS tidak menyebutkan perlunya melindungi warga sipil atau mematuhi hukum konflik internasional. Austin mengatakan kepada Gallant tentang pentingnya mematuhi hukum perang, termasuk kewajiban perlindungan warga sipil, dan mengatasi krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza selama panggilan telepon mereka pada 14 Oktober, seminggu setelah Israel melancarkan operasi militernya di Gaza.

Para pejabat AS telah memperhatikan sedikit perubahan dalam operasi Israel baru-baru ini. Direktur Program Pertahanan dan Keamanan di Middle East Institute (MEI) yang berbasis di Washington, Bilal Saab mengatakan, Pentagon tidak akan mendahului Gedung Putih dalam masalah kebijakan.

 

“Gedung Putih menetapkan kebijakan serta nadanya, dan Pentagon yang melaksanakannya. Jadi, jika Anda tidak menyukai apa yang dilakukan Pentagon, salahkan Gedung Putih, bukan Departemen Pertahanan,” kata Saab kepada Al Arabiya English.

Kecaman internasional mengubah perhitungan di AS...

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement