REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Kabinet Israel memilih untuk menerima kesepakatan gencatan senjata sementara dengan Hamas. Keputusan ini diambil setelah kabinet Israek melakukan pertemuan selama enam jam di Tel Aviv yang berakhir pada Rabu (22/11/2023) dini hari.
Kesepakatan ini akan melibatkan pertukaran sandera yang ditahan oleh Hamas dengan tahanan Palestina di penjara-penjara Israel. Sebuah pernyataan dari Kantor Perdana Menteri mengatakan, 50 perempuan dan anak-anak akan dibebaskan selama empat hari.
Selama durasi itu pun akan ada jeda dalam pertempuran. Untuk setiap tambahan 10 sandera yang dibebaskan, jeda akan diperpanjang satu hari lagi. Keterangan tersebut tidak menyebutkan pembebasan tahanan Palestina sebagai imbalannya.
Laporan di media Israel mengatakan bahwa hanya tiga menteri yang berasal dari partai sayap kanan Otzma Yehudit menentang kesepakatan tersebut. Religious Zionism yang mengatakan akan memberikan suara menentang dilaporkan mendukung kesepakatan tersebut pada akhirnya.
Menurut seorang pejabat senior Israel, rencana tersebut akan membuat Hamas membebaskan 30 anak-anak yang diculik, delapan ibu, dan 12 perempuan selama gencatan senjata empat hari. Dia menyatakan, semua cabang dinas keamanan Israel, mulai dari IDF, Shin Bet, dan Mossad mendukung rencana kesepakatan tersebut.
Pejabat tersebut mengatakan dikutip dari Haaretz, bahwa perjanjian tersebut hanya untuk warga Israel yang masih hidup. Hamas dapat membebaskan warga asing pada saat yang sama, sesuai dengan kesepakatan yang dicapai dengan negara-negara tersebut.
Kesepakatan antara Israel dan Hamas yang dimediasi oleh Qatar dengan keterlibatan besar AS, menurut pejabat AS, memang disusun untuk memberikan insentif bagi pembebasan yang berusia di atas 50 tahun. Kesepakatan tersebut kini disusun untuk perempuan dan anak-anak pada tahap pertama, namun dengan harapan akan adanya pembebasan lebih lanjut.
"Tujuan yang jelas adalah untuk membawa pulang semua sandera ke keluarga mereka," ujarnya.
Pada awal pertemuan kabinet Israel yang beranggotakan 38 orang, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menetapkan bahwa perjanjian tersebut mencakup kunjungan Palang Merah menemui sandera yang belum dibebaskan, serta pasokan obat-obatan. Netanyahu juga menegaskan bahwa gencatan senjata tidak berarti mengakhiri kampanye Israel di Gaza.
“Kami tidak akan menghentikan perang setelah gencatan senjata,” kata Netanyahu.
Menurut Netanyahu, tuduhan gencatan senjata selamanya hanya omong kosong. "Saya ingin memperjelasnya, kita sedang berperang, dan kita akan melanjutkan perang sampai kita mencapai semua tujuan kita: melenyapkan Hamas, memulangkan semua sandera dan orang hilang, dan menjamin bahwa tidak akan ada ancaman terhadap Israel di Gaza," katanya.
Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz mengatakan dalam pembukaan pertemuan itu, bahwa garis besar kesepakatan tersebut sulit dan menyakitkan. "Namun ini adalah kesepakatan yang tepat," ujarnya.
Menjelang pengumuman pertemuan tersebut, Netanyahu mengatakan, intervensi Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah membantu memperbaiki kesepakatan tentatif tersebut. Dorongan Biden membuat kesepakatan mencakup lebih banyak sandera dan lebih sedikit konsesi.
Sementara itu, enam rumah sakit di Israel siap menerima sandera yang akan dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan penyanderaan. Mereka telah mendirikan tempat penampungan khusus untuk menerima mereka, terpisah dari pasien lain dan media.
Berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Pusat Medis Sheba di Tel Hashomer, Pusat Medis Shamir, Rumah Sakit Wolfson, Soroka dan Ichilov, serta Pusat Medis Anak Schneider bersiap menerima para sandera.
Israel selanjutnya akan mengizinkan 300 truk bantuan per hari memasuki Gaza melalui perbatasan Rafah dengan Mesir. Masih belum jelas apakah kesepakatan akhir akan mencakup jeda enam jam setiap hari dalam penerbangan pengawasan Israel di Gaza utara.
“Tim kami telah bekerja untuk mempersiapkan momen itu. Sejak awal, ketika kami menangani masalah-masalah kemanusiaan yang sangat sulit, telah terjadi bahwa penghentian permusuhan akan sangat membantu dalam memungkinkan peningkatan bantuan kemanusiaan, yang telah kami upayakan untuk dilakukan. Jadi, kami akan siap untuk itu,” kata pejabat AS.