REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Rizky Suryarandika
Komisi I DPR dan pemerintah telah menyepakati revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dilanjutkan ke pengambilan keputusan di rapat paripurna atau disahkan menjadi undang-undang. Pasal terkait pencemaran nama baik yang selama ini dianggap sebagai pusat polemik UU ITE ternyata tidak dihapus.
Ketentuan larangan penyerangan kehormatan atau nama baik orang lain dalam Pasal 27a RUU ITE. Menkominfo Budi Arie Setiadi menegaskan, tidak ada lagi pasal bersifat multitafsir di UU ITE termasuk soal pasal penyerangan nama baik seseorang.
Menurut Budi, pasal penyerangan nama baik sifatnya adalah delik aduan. Artinya, jika ada pihak yang mencemarkan nama baik seseorang, laporannya ke penegak hukum tak bisa lagi diwakilkan, harus dilaporkan sendiri oleh sang korban.
"Kalau saya nggak merasa itu nggak menista saya atau hate speech saya, nggak apa-apa. Nanti kan yang bersangkutan biasa saja lah, bodo amat lah, dia nggak mau ngaduin," ujar Budi di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (22/11/2023).
Budi menambahkan, sejumlah pasal dalam UU ITE yang lama juga disebutnya sudah dihapus. Penghapusan sejumlah pasal itu imbas dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sudah mengatur sejumlah norma terkait pidana.
"Loh masa pasalnya tidak dicabut, kan normanya ada di KUHP kok. Kan begini loh, kita harus mewujudkan ruang digital yang baik, yang sehat, yang juga bisa melindungi segenap warga bangsa," ujar Budi.
"Jadi tidak bisa ruang digital ini dipakai untuk hal yang mencederai melukai menyakiti masyarakat gitu. Ini tugas pemerintah, tanggung jawab ruang digital yang sehat dan bijaksana," sambungnya.