Rabu 22 Nov 2023 20:37 WIB

Umroh Backpacker, Benarkah Dilarang Sepenuhnya? Ini Penjelasan Kemenag

Larangan umroh backpacker ditekankan pada aspek pengkoordinasian

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Dirjen PHU) Kemenag, Hilman Latief menyatakan  larangan umroh backpacker ditekankan pada aspek pengkoordinasian
Foto: Dok Kemenag
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Dirjen PHU) Kemenag, Hilman Latief menyatakan larangan umroh backpacker ditekankan pada aspek pengkoordinasian

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Dirjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Hilman Latief menyampaikan bahwa pemerintah telah mengatur ibadah haji dan umroh berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh.

Dirjen PHU Kemenag menegaskan bahwa penyelenggaraan ibadah haji dan umroh harus sesuai dengan regulasi.

Baca Juga

"Umroh harus sesuai dengan regulasi yang diatur di dalam UU Nomor 8 Tahun 2019, di dalam Pasal 86 disebutkan bahwa perjalanan ibadah umroh dapat dilakukan secara perseorangan maupun berkelompok melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU). Artinya bahwa masyarakat yang akan melaksanakan umroh harus melalui PPIU baik umroh secara perseorangan (umroh private) maupun berkelompok (group)," kata Hilman dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu (22/11/2023).

Hilman menanggapi fenomena umroh backpacker, menurutnya larangan lebih ditekankan bagi pihak yang mengoordinasikan keberangkatan umroh.

“Larangan lebih ditekankan bagi pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU dalam mengumpulkan, memberangkatkan, dan menerima setoran biaya umroh," ujar Hilman.

Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 Pasal 115 dan Pasal 117. Pasal 115 menyebutkan bahwa setiap orang dilarang tanpa hak bertindak sebagai PPIU mengumpulkan dan memberangkatkan jamaah umroh.

Sedangkan di Pasal 117 disebutkan bahwa setiap orang dilarang tanpa hak melakukan perbuatan mengambil sebagian atau seluruh setoran jamaah umroh.

"Bahkan bagi pihak yang tidak berizin PPIU dalam mengkoordinasikan keberangkatan jamaah umroh ada ancaman pidana cukup berat. Mereka bisa dituntut dengan pidana enam tahun atau denda Rp 6 miliar,” jelas Hilman.

Baca juga: Hadits Ini Patahkan Klaim Yahudi Soal Awal Berdirinya Masjid Al-Aqsa di Yerusalem

Kemenag menjelaskan bahwa ketentuan tersebut diatur di dalam Pasal 122 dan 124. Pasal 122 berbunyi, setiap orang yang tanpa hak bertindak sebagai PPIU dengan mengumpulkan dan memberangkatkan jamaah umroh, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 6 miliar. 

Pasal 124 berbunyi, setiap orang yang tanpa hak mengambil sebagian atau seluruh setoran jamaah umroh, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 dipidana dengan pidana penjara paling lama delapan tahun atau pidana denda paling banyak Rp 8 miliar.

Bagi masyarakat yang melakukan keberangkatan umroh secara mandiri, Dirjen PHU Kemenag menyampaikan perlunya masyarakat mengutamakan keamanan dan kenyamanan dalam beribadah.

“Umroh adalah ibadah. Maka kami mengimbau agar masyarakat mengedepankan faktor keselamatan dan kesehatan. Keberangkatan umroh melalui PPIU agar jamaah mendapatkan hak perlindungan. Keberangkatan umroh mandiri sangat berisiko bagi masyarakat yang tidak berpengalaman bepergian ke luar negeri," jelas Hilman.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement