REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Komisi I DPR yang telah menyelesaikan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Kini, Indonesia memiliki payung hukum yang diklaimnya tak lagi multitafsir.
"Pasti kepastian hukum sudah ada, lebih pasti, tidak ada multitafsir, dan juga penajaman beberapa hal yang belum diatur sebelumnya di Undang-Undang Nomor 11 ya Tahun 2016 tentang ITE," ujar Budi di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (22/11/2023).
Terkait ketentuan pidana, UU ITE hasil revisi terbaru sudah disinkronisasikan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Termasuk soal delik aduan ihwal pencemaran nama baik.
"Kalau saya nggak merasa itu nggak menista saya atau hate speech saya, nggak apa-apa. Nanti kan yang bersangkutan biasa sajalah, bodo amat lah, dia nggak mau ngaduin," ujar Budi.
Revisi UU ITE merupakan bentuk kesadaran pemerintah bahwa ruang digital atau siber adalah virtual meeting port. Di mana berbagai nilai kebudayaan, kepentingan, dan hukum yang berbeda saling berinteraksi melalui berbagai platform.
Interaksi nilai kebudayaan, kepentingan, dan hukum adalah satu hal yang tidak dapat dihindari di era digital seperti saat ini. Namun di sisi lain, pemerintah harus tetap mengedepankan perlindungan kepentingan umum, bangsa, dan negara.
"RUU perubahan kedua UU ITE merupakan kebijakan besar Indonesia untuk menghadirkan ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan, sama seperti halnya di ruang fisik," ujar Budi.
Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam memenuhi hak yang dimiliki pengguna internet Indonesia di Indonesia. Pihaknya juga bertanggung jawab dalam menjamin kemerdekaan menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat melalui platform komunikasi digital.
Revisi UU ITE semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas kebebasan hak orang lain. Juga untuk memenuhi tuntutan yang adil, sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam sebuah masyarakat yang demokratis.
"Serta memberikan jaminan atas perlindungan diri pribadi, kehormatan, martabat, berhak atas rasa aman, dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Untuk menjamin hak-hak tersebut, pemerintah perlu memberikan pembatasan yang diperlukan melalui penetapan undang-undang," ujar Budi.