REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Terduga pelaku tindak pidana korupsi BTS 4G BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) 2020-2022 berlomba-lomba mengembalikan uang yang diduga hasil korupsinya. Diduga, motif para terduga koruptor mengembalikan uang negara tersebut dilakukan sebagai ikhtiar meringankan hukuman.
“Jadi gini, dalam hal korupsi kerugian negara pelaku-pelaku terduga mengembalikan itu sebagai bentuk untuk meringankan dari kerugian negara yang ditimbulkan,” ujar Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho, saat dihubungi, Rabu (22/11/2023).
Dalam kasus korupsi, menurut Hibnu Nugroho, besaran kerugian negara berkorelasi dengan berat-ringannya hukuman.
Jika nilai kerugian negara yang ditimbulkannya kecil, otomatis hukumannya lebih ringan. Begitu juga sebaliknya jika hitungan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi itu besar maka lebih berat pula hukumannya. Sehingga tidak heran, jika saat ini mereka beramai-ramai mengembalikan uang atau aset yang diduga hasil korupsinya.
“Dengan harapan meringankan. Itu baru harapan, sekali lagi itu baru diharapkan hukumannya lebih ringan,” ungkap Hibnu Nugroho.
Meski demikian, dijelaskan Hibnu Nugroho, pengembalian kerugian negara tersebut tidak menghilangkan sifat melawan hukumnya. Karena itu harus dilihat dari modus yang dilakukan pelaku dan juga besaran dari kerugian negara yang ditimbulkannya.
“Bagaimana pun juga mengembalikan uang negara yang telah diambil lebih baik dibanding tidak mengembalikan,” kata Hibnu.
Terakhir, pejabat negara yang terlibat dalam kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) 2020-2022 adalah anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi (AQ) yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dia mengembalikan uang Rp 31,4 miliar, dan pengembalian uang tersebut memastikan, yang bersangkutan menerima uang Rp 40 miliar untuk memanipulasi hasil audit penggunaan anggaran proyek dan pembangunan BTS 4G BAKTI Kemenkominfo.