Kamis 23 Nov 2023 10:45 WIB

Cerita di Balik Layar Kesepakatan Pembebasan Sandera Israel dan Tahanan Palestina

Qatar dan AS bertindak sebagai mediator antara Israel dan Hamas.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Warga Palestina menyaksikan kehancuran akibat bombardir Israel di Jalur Gaza, Palestina, di Deir al Balah, Rabu (22/11/2023).
Foto: AP Photo/Hatem Moussa
Warga Palestina menyaksikan kehancuran akibat bombardir Israel di Jalur Gaza, Palestina, di Deir al Balah, Rabu (22/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera serta tahanan Palestina dan Israel merupakan pencapaian diplomatik paling penting sejak perang di Gaza meletus pada 7 Oktober 2023. Ini merupakan kelanjutan dari upaya diplomatik yang dipelopori oleh Qatar dengan keterlibatan besar Amerika Serikat (AS).

Kesepakatan tersebut merupakan puncak dari upaya diplomatik selama hampir tujuh minggu, termasuk 14 pertemuan antara Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, tiga panggilan telepon dengan Presiden Mesir Abdel-Fattah al-Sissi dan dua panggilan telepon dengan Emir Qatar Tamim bin Hamad Al Thani.

Baca Juga

Qatar pada Rabu (22/11/2023), mengonfirmasi kesepakatan untuk gencatan senjata selama empat hari, dimulai pada Kamis (23/11/2023) jam 10 pagi.  Hamas akan membebaskan 50 sandera perempuan dan anak-anak yang ditahan di Gaza, sementara Israel akan membebaskan 150 tahanan perempuan dan remaja Palestina.

Menurut seorang pejabat senior AS yang berbicara dengan syarat anonim, Qatar telah melakukan pendekatan sejak awal kepada pemerintahan Biden dan Israel tentang perlunya pembebasan sandera secepatnya dan tanpa syarat. Namun Qatar mengakui bahwa hal itu akan menjadi proses yang sulit bagi Hamas.

Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan mengarahkan, penasihat utama Timur Tengah Brett McGurk dan pejabat senior AS Joshua Geltzer menekankan upaya rahasia dalam menegosiasikan semacam kesepakatan.

“Qatar dan Israel menuntut sensitivitas kebijaksanaan yang sangat ekstrim dalam hal ini, namun seiring berjalannya waktu, proses yang terbukti efektif,” kata pejabat senior AS, dilansir Haaretz.

Sejak masa-masa awal tersebut, Amerika Serikat telah melakukan pembicaraan tingkat senior setiap hari, bahkan terkadang setiap jam dengan Israel, Qatar dan Mesir, didampingi oleh para pejabat AS di lapangan yang bekerja untuk secara independen menguatkan informasi yang dikumpulkan selama pembicaraan.

Sementara Biden juga terlibat dalam proses tersebut, terutama sejak mengadakan panggilan Zoom dengan keluarga warga Amerika yang belum diketahui identitasnya, enam hari setelah serangan Hamas.

“Itu adalah salah satu hal paling menyedihkan yang pernah saya alami di kantor,” kata pejabat itu, sambil mencatat bahwa Biden memperpanjang waktu panggilan telepon untuk mendengar pendapat setiap anggota keluarga.

photo
Sebulan Genosida di Gaza - (Republika)

 

Biden memberikan perhatian yang besar terhadap para sandera selama kunjungannya ke Israel pada 18 Oktober, khususnya selama pertemuannya dengan Netanyahu dan seluruh kabinet perang. Selama pertemuan tersebut, Biden menjelaskan bahwa bantuan kemanusiaan harus menjangkau warga Gaza,  termasuk bahan bakar, dengan pembebasan sandera.

“Anda mungkin ingat pada masa-masa awal ini, para menteri pemerintah Israel berbicara tentang pengepungan Gaza, yang sama sekali tidak kami setujui dan kami sudah menjelaskannya dengan jelas,” kata pejabat AS tersebut.

Biden menjadi perantara terobosan dengan Sissi mengenai awal masuknya bantuan ke Gaza melalui penyeberangan perbatasan Rafah dalam penerbangannya kembali dari Israel. Sejak itu masuknya truk bantuan meningkat dari 10 menjadi hampir 100 per hari.

Mossad dan CIA ikut menyusun kesepakatan...

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement