Kamis 23 Nov 2023 14:37 WIB

Penanganan Perundungan Harus Libatkan Pelaku dan Korban

Pelaku dan korban bullying harus dievaluasi.

Relawan melakukan kampanye dengan menulsikan tentang bullying di tangannya.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Relawan melakukan kampanye dengan menulsikan tentang bullying di tangannya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus perundungan anak di Indonesia terus meningkat. Penanggulangan kasus bullying tidak bisa hanya menyentuh sisi pelaku saja.

"Kita harus bisa mengevaluasi kasus bullying (perundungan) dari dua sisi persepsi yang berbeda, dari sisi pelaku dan korban," kata Psikiater dan konsultan anak dan remaja Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit, Jakarta, Dian Widiastuti Vietara, dalam acara diskusi bertajuk "Katakan Tidak Pada Bullyng" di Jakarta, Kamis (23/11/2023).

Baca Juga

Menurut Dian, ada kemungkinan besar korban perundungan sedang mengalami masalah internal yang membuatnya rentan menjadi sasaran perundungan di lingkungan sekitar. Ia mengatakan pelaku perundungan juga tidak tertutup kemungkinan memiliki masalah internal yang belum terpecahkan.

Kondisi ini, lanjut Dian, kemungkinan membuat mereka melampiaskannya menjadi tindakan perundungan kepada orang lain. Itu menjadi cara pelaku mengekspresikan atau menyelesaikan masalah yang dihadapi.

"Jadi dua-duanya harus dilakukan evaluasi, pelaku dan korban," katanya.

Dian menjelaskan orang tua memiliki kontribusi besar dalam mencegah kasus perundungan terhadap anak-anak. Untuk itu, orang tua harus aktif berkomunikasi dan memberikan pemahaman yang baik tentang empati serta penghargaan terhadap individu lain kepada anak-anak mereka.

Hal ini akan membantu anak-anak memahami pentingnya menghargai perbedaan dan memiliki sikap toleransi terhadap orang lain. Anak juga akan lebih peka terhadap perilaku-perilaku yang dapat menjadi awal terjadinya kasus perundungan.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement