REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Solo Wahyu Rahadi mengungkapkan sikap menarik diri dari pembahasan Upah Minimum Kota (UMK) bersama Dewan Pengupahan, beberapa waktu lalu.
Wahyu mengungkapkan pihaknya menarik diri karena tak setuju dengan penetapan UMK yang memakai aturan Peraturan Pemerintah (PP) 51 Tahun 2023. Menurutnya UMK harusnya ditilik dari survei kebutuhan hidup layak.
“Kita ada di Dewan Pengupahan karena ada perwakilan-perwakilan. Sebelum rapat kemarin dari SPSI kami tarik, kami tarik sekretaris kami, agar tidak bertanda tangan. Pakai survei kebutuhan hidup layak, seperti misalnya PP 78, angka ketemu kenaikan sekitar 15 persen atau naik Rp 2,7 juta,” kata Wahyu, Rabu (22/11/2023) malam.
“Kami tidak mau jadi stempel yang menyetujui upah murah bagi buruh. Karena PP 51 menutup peran serta serikat pekerja dalam memperjuangkan upah layak bagi kaum buruh. Maka kami tidak ingin jadi bagian yang mensahkan penentuan upah yang jelas-jelas tidak adil bagi buruh,” ujarnya menambahkan.
Ia menjelaskan jika menggunakan perhitungan menurut peraturan tersebut kenaikan UMK hanya berkisar Rp 95 ribu. Ia mengaku tidak puas dengan cara perhitungan tersebut.
“Kalau simulasi yang kami lakukan, jika alfa-nya 0,3 saja itu kenaikan upah tahun ini hanya sekitar empat koma sekian persen itu kenaikannya tak sampai Rp 95 ribu. Jadi apa yang dibilang tinggi oleh pemerintah?” katanya.
Selain SPSI, Serikat Pekerja Nasional (SPN) melakukan boikot. Menurutnya meskipun sikap yang diambil berbeda, namun mereka sama-sama tak mengikutii rapat bersama dewan pengupahan.
“Tapi kalau teman-teman SPN itu dia hanya boikot, jadi di pertemuan awal masih masuk tapi ketika penentuan kemarin di Yogya mereka tidak mengikuti, jadi kami berbeda. Kami membuat surat resmi karena kami tidak setuju PP 51, kalau SPN mereka memboikot itu komunikasi kami dengan SPN. Jadi dari serikat, SBSI 92 masih mau,” tegas dia.
Di sisi lain, Kepala Dinas Ketenangan dan Perindustrian Solo Widiastuti mengatakan telah menyerahkan UMK kepada Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka. Namun, ia enggan membeberkan berapa angka pastinya.
"Untuk sidang Dewan Pengupahan sudah kami selesaikan untuk memberikan rekomendasi. Tadi pagi sudah kami serahkan ke wali kota untuk Kota Solo dengan regulasinya PP Nomor 51 Tahun 2023," katanya.
Widiastuti menjelaskan penentu angka UMK dari indikator inflasi atau alfa. Penentuan tersebut juga bisa ditentukan melalui pertumbuhan ekonomi Kota Solo dan UMK. Namun, untuk penentuannya masih menunggu keputusan dari wali kota.
"Penentu atau indikatornya ada di inflasi atau di angka alfa, juga pertumbuhan ekonomi dan UMK yang berjalan yaitu di 2023 Rp 2.197.196, besaran UMK tahun ini juga jadi pengali," katanya.
"Tentu regulasi terstruktur ditambahkan dengan UMK kemarin, masih menunggu keputusan wali kota. Besarannya mohon ditunggu karena angka harus masuk Provinsi Jawa Tengah tanggal 23 (November). Opsi ada di dua angka, 0,25-0,30 persen. Itu alfa yang menentukan sebagai pengali," jelas dia.
Sementara itu, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mengatakan, masih akan mempertimbangkan penentuan UMK. Namun, ia juga tak mengungkapkan berapa angka kenaikan yang akan dipertimbangkan.
"Dua hari ya, dua hari saya putuskan. (Diusulkan berapa) yang diusulkan adalah pokoknya, saya minta waktu dua hari untuk memutuskan. Nanti ya, saya belum bisa menyebutkan nominalnya, tunggu dua hari," ujarnya.