REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengambil sikap resmi atas eks Ketua MK Anwar Usman yang mengajukan keberatan atas pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK masa jabatan 2023-2028. MK menegaskan sudah menjawab surat keberatan Anwar Usman.
Jawaban MK tersebut didasarkan pada rapat permusyarawatan hakim (RPH) yang sudah digelar. RPH itu tak menyertakan Anwar Usman karena sebagai pihak yang menyatakan keberatan.
"Berkenaan dengan adanya surat keberatan yang disampaikan kuasa hukum Yang Mulia Anwar Usman mengenai SK pengangkatan ketua MK yang baru karena dianggap ada kejanggalan dalam putusan MKMK telah dijawab oleh pimpinan MK berdasarkan hasil RPH," kata Hakim MK Enny Nurbaningsih kepada wartawan, Kamis (23/11/2023).
Enny mengungkapkan surat itu diberikan resmi kepada pihak Anwar Usman. Hanya saja, Enny tak menyebut kapan surat tersebut dikirimkan. "Surat jawaban tersebut dikirimkan kepada yang mengajukan keberatan yaitu kuasa atas nama Yang Mulia Anwar Usman," ujar Enny.
Enny menyebut isi surat tersebut pada prinsipnya menerangkan pengangkatan Ketua MK periode 2023-2028 adalah karena melaksanakan putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK). Surat itu memastikan pengangkatan Suhartoyo dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Serta dalam proses penentuan secara musyawarah mufakat Kutua MK yang baru juga dihadiri langsung oleh Yang Mulia Anwar Usman," ujar Enny.
Surat keberatan itu semula diajukan kantor Hukum Franky Simbolon & Rekan selaku kuasa hukum Anwar Usman. Dalam surat itu, Anwar meminta Ketua MK membatalkan dan meninjau kembali keputusan tersebut.
Sebelumnya, Suhartoyo terpilih menjadi ketua MK berdasarkan RPH mengenai pemilihan Ketua MK pada 9 November 2023. Suhartoyo menjadi Ketua MK untuk masa jabatan 2023-2028. Sidang pleno dipimpin oleh Wakil Ketua MK, Saldi Isra. Anwar Usman hadir dalam RPH itu.
Diketahui, MKMK memberhentikan Anwar Usman dari kursi Ketua MK karena dijatuhi sanksi berat. Hanya saja, putusan ini melahirkan dissenting opinion (DO) atau pendapat berbeda karena MKMK hanya mengubah status Anwar dari Ketua MK menjadi hakim MK biasa. Dalam DO-nya, anggota MKMK Bintan Saragih meminta Anwar Usman disanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Sanksi terhadap Anwar menyusul deretan pelaporan terhadap MK akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.