REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Penjabaran mengenai surga dalam dalil-dalil terbilang banyak. Salah satu yang paling familier adalah bahwa surga berisi para bidadari dan juga hal-hal yang bersifat kenikmatan. Lantas apakah di surga tidak ada ibu hamil dan ibu menyusui?
Allah berfirman dalam Alquran Surat Al Baqarah ayat 214, “Am hasibtum an tadkhulul jannata wa lammaa yaa-tikum masalul laziina khalaw min qablikum massathumul baasaaa'u waddarraaaa'u wa zulziluu hattaa yaquular Rasuulu wallaziina aamanuu ma'ahuu mataa nasrul laah; alaaa inna nasral laahiqariib.”
Yang artinya, “Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, "Kapankah datang pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.”
Pakar Ilmu Tafsir Prof Quraish Shihab dalam Tafsir Al Mishbah menjelaskan mengenai kata zalzalah yang berarti goncangan dalam ayat tersebut. Para ulama, kata beliau, saling berbeda pendapat tentang goncangan yang dimaksud.
Ada ulama yang berpendapat bahwa goncangan tersebut menjelang kiamat. Dengan alasan ayat ini menyebut tentang wanita yang hamil dan sedang menyusui. Padahal setelah hari kebangkitan, tidak ada lagi kehamilan atau penyusuan.
Ada juga ulama yang berpendapat bahwa ini terjadi setelah kebangkitan dari kubur; ketika itu yang meninggal dalam keadaan hamil atau menyusui akan bangkit demikian. Tetapi dengan segera mereka keguguran dan melupakan anak yang disusukannya.
Kata tadzhalu berarti melupakan sesuatu yang mestinya tidak dilupakan apalagi ada faktor yang mendorong mengingatkannya. Dalam konteks ayat ini, adalah kehadiran anak yang sedang disusui itu.
Adapun kata murdhi’ah berarti wanita yang sedang menyusui. Bahasa Arab tidak menggunakan tanda feminis bagi pelaku sesuatu yang tidak dapat dilakukan kecuali oleh wanita. Misalnya, dalam bahasa Arab, tidak ada kata haidhah atau murdhi’ah untuk menunjuk kepada wanita yang haidh dan menyusui.
Maka cukup dengan menyebut haidh (merujuk wanita yang haid) dan murdhi (menyusui). Karena tidak ada laki-laki yang datang bulan atau yang menyusui. Jika ditemukan tanda feminis dengan kata semacam itu, makai a mengandung makna sedang menyusui. Dengan demikian, kata Prof Quraish, karena ayat tersebut menyatakan kata murdhi’ah maka yang dimaksudnya adalah wanita yang sedang menyusui anaknya.