REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Komnas Haji dan Umroh Mustolih Siradj mengungkapkan, skema Ponzi dana haji dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan dengan cara mengurangi nilai subsidi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan biaya yang dibebankan kepada calon jamaah haji menjadi lebih besar.
"Idealnya, subsidi biaya haji dari dana optimailisasi BPKH dikurangi jika sebelumnya dikisaran 45 persen, maka sekarang mestinya bisa sampai 40 persen. Sisanya dibebankan kepada jamaah," kata Mustolih pada Kamis (23/11/2023).
"Memang nantinya biaya yang dipikul jamaah akan terasa besar. Tapi hal itu memang perlu dilakukan jika skema Ponzi dana haji ingin diakhiri atau setidaknya diminimalisir," lanjut Mustolih.
Mustolih mengatakan, ada hak jamaah haji tunggu pada dana optimalisasi yang dikelola BPKH yang saat ini jumlahnya mencapai 5,2 juta calon jamaah.
Adapun biaya penyelenggaran ibadah haji (BPIH) merupakan biaya real perjalanan haji per jamaah haji. Tahun ini diusulkan Rp 105 juta, tapi setelah melalui pembahasan usulannya berubah menjadi Rp 93,4 Juta. Sementara ongkos naik haji (ONH) atau pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (bipih) adalah biaya yang harus dibayar jamaah haji. Dari BPIH Rp 93,4 juta, maka calon jamaah haji hanya melunasi 60 persen saja.
"Revisi biaya haji yang dilakukan Panja (Panitia Kerja) dan Kemenag (Kementerian Agama) dari semula yang diusulkan Rp 105 juta oleh Kemenag menjadi Rp 94 jutaan merupakan titik temu dan jalan tengah. Satu sisi Kemenag menghitung dari berbagai komponen biaya haji yang berpotensi naik, di sisi yang lain ada DPR mempertimbangkan kemampuan jamaah. Maka itu, titik temu berada di angka Rp 94 jutaan merupakan angka yang moderat. Kenaikan BPIH tidak terlalu tajam," papar Mustolih.
Komnas haji berharap kesepakatan di level Panja tersebut tidak berubah pada tingkat keputusan Komisi VIII. Mustolih mengatakan, biaya tersebut diharapakan fasilitas dan pelayanam haji tidak turun kualitasnya, setidaknya jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.