REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan menyoroti dampak perubahan iklim yang berpotensi menimbulkan bencana. Komnas Perempuan mengamati bencana berdampak lebih luas terhadap kelompok perempuan.
"Secara data, dampak perubahan iklim akan lebih berat dialami oleh kelompok-kelompok rentan, misalnya perempuan yang mengalami dampak 14 kali lebih berat akibat bencana," kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, dalam keterangan pers yang dikutip pada Kamis (23/11/2023).
Aminah menyatakan kondisi ketidakadilan iklim yang dialami oleh kelompok rentan turut diperparah oleh minimnya data yang terintegrasi dengan usia, gender, serta disabilitas.
"Untuk itu, perlu adanya upaya untuk memperhatikan perempuan dan anak-anak, mencegah kelompok rentan mendapatkan kerugian lebih besar, memitigasi dampak pada kelompok rentan, dan mengharmonisasi seluruh kebijakan dan regulasi dalam inisiatif RUU Keadilan Iklim," ujar Aminah.
Aminah juga mengemukakan masalah pembangunan yang berpengaruh terhadap upaya mitigasi bencana. Hal ini dapat memperparah dampak bencana terhadap kelompok rentan, termasuk perempuan.
"Masalah struktural yang berasal dari pola pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia perlu untuk menjadi salah satu fokus," ujar Aminah.
Sementara itu, Kepala Divisi Kampanye WALHI Eksekutif Nasional, Puspa Dewy menyayangkan solusi mengatasi krisis iklim yang ditawarkan pemerintah masih bersifat business as usual dan belum meletakkan rakyat sebagai pemegang hak di dalam merespons krisis iklim.
Selama ini, menurutnya rakyat telah melakukan banyak inisiatif untuk bertahan dari krisis iklim, namun respons negara justru membuat rakyat lebih mengkhawatirkan. Padahal krisis iklim dapat berujung pada bencana.
"Solusi-solusi iklim yang ditawarkan justru menambah persoalan rakyat dengan penggusuran, deforestasi, perampasan wilayah kelola rakyat, hingga kriminalisasi," ujar Puspa.