Jumat 24 Nov 2023 13:21 WIB

Korsel, Jepang, dan Cina akan Gelar Pertemuan Regional

Para Menlu berencana untuk bertukar pandangan soal kerja sama trilateral

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
ketegangan korsel korut
Foto: AP Photo/Ahn Young-joon
ketegangan korsel korut

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kementerian Luar Negeri Korea Selatan (Korsel) mengatakan Menteri luar negeri Korsel, Cina, dan Jepang akan menggelar pembicaraan pada Ahad (27/11/2023) mendatang. Ketiga negara tersebut berusaha untuk mengadakan pertemuan puncak para pemimpin mereka yang pertama dalam empat tahun.

Ketiga negara tetangga ini sepakat untuk mengadakan KTT setiap tahun mulai tahun 2008 untuk mendorong kerja sama regional. Tetapi rencana tersebut terhambat ketegangan bilateral dan pandemi COVID-19. KTT terakhir digelar pada tahun 2019.

Baca Juga

Pertemuan para menteri luar negeri, yang akan berlangsung di kota pelabuhan Busan, Korsel, juga merupakan pertemuan pertama sejak tahun 2019. Pada bulan September, para diplomat senior dari ketiga negara sepakat untuk mengatur pertemuan para pemimpin mereka pada "waktu yang paling cepat."

"Para menteri luar negeri berencana untuk bertukar pandangan secara ekstensif tentang arah pengembangan kerja sama trilateral termasuk persiapan untuk KTT trilateral kesembilan, dan isu-isu regional dan global," kata kementerian luar negeri Korsel dalam pernyataannya, Jumat (24/11/2023).

Kementerian menambahkan para menteri juga akan mengadakan pertemuan bilateral di sela-sela pertemuan.

Pembicaraan ini dilakukan saat Korsel dan Jepang meningkatkan hubungan bilateral dan memperdalam kerjasama keamanan dengan Amerika Serikat di tengah-tengah kekhawatiran akan pengaruh regional Cina yang semakin besar.

Sebelumnya Beijing memperingatkan upaya AS untuk memperkuat hubungan dengan Korsel dan Jepang dapat meningkatkan ketegangan dan konfrontasi di wilayah tersebut.

Pertemuan di Busan juga dilakukan setelah Korea Utara meluncurkan satelit mata-mata pertamanya di orbit. Peluncuran tersebut menuai kecaman internasional karena melanggar resolusi PBB yang melarang penggunaan teknologi yang dapat digunakan untuk program rudal balistik. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement