REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Agama Islam dalam sejarahnya menjadi motivator terbesar perkembangan ilmu astronomi di dunia. Pada satu sisi, Islam memiliki kepentingan untuk mengetahui waktu-waktu pelaksanaan sholat dan penentuan arah kiblat, sedangkan pada sisi yang lain nash Alquran secara terang-terangan mengajak untuk melihat ke langit untuk mengetahui tanda-tanda kebesaran Allah dan keindahan ciptaan-Nya.
Akal orang Muslim siap untuk memenuhi ajakan Alquran tersebut. Karena itu, bangsa Arab mulai mendalami ilmu astronomi ini dengan cara menerjemahkan warisan bangsa-bangsa lain dan mempelajarinya. Setelah itu, mereka berusaha untuk mengadakan penelitian sendiri dan mengembangkan teropong bintang serta membuat penemuan baru dalam hal itu.
Para ilmuwan Muslim kemudian berhasil memanfaatkan ilmu matematika yang dikuasainya dan mengembangkan secara besar-besaran. Sehingga mereka mampu memadukan antara astronomi dan ilmu matematika. Maka berawal dari itu, ilmuan Muslim mampu menciptakan karya-karya astronomi yang besar.
Sebagian dari karya astronomi tersebut adalah sebagai berikut, penelitian peristiwa gerhana matahari dan bulan serta mencari penyebabnya, sebagaimana mereka mencari penyebab-penyebab yang berhubungan dengan berbagai fenomena alam dan perbintangan lainnya seperti tenggelam dan terbitnya matahari, lingkaran sinar matahari (corona), waktu-waktu terbitnya bulan, serta fatamorgana.
Ilmuan Muslim mengetahui perbedaan antara planet-planet dan bintang-bintang, dan meneliti tempat-tempatnya, serta membagi bintang-bintang ke dalam gugusannya seperti yang kita ketahui saat ini. Lebih dari itu, mereka juga mengukur besar dan jaraknya antara planet-planet tersebut dengan bumi dengan teknik penghitungan matematika astronomi.
Ilmuan Islam juga mengukur lingkaran bumi dengan teknik penghitungan matematika astronomi. Mereka menghitung lamanya perhitungan tahun berdasarkan jalannya matahari dengan teliti dan mencengangkan banyak pihak.
Para cendekiawan Muslim meneliti perbedaan waktu antara musim semi dan musim gugur. Mereka juga berhasil menentukan ketinggian kutub.
Para ilmuan Muslim mendahului astronom Jerman, Johannes Kepler dalam menemukan bentuk peredaran sebagian planet.
Ilmuan Islam yang pertama kali membuat dasar-dasar ilmu fisika matahari (solar physic) yang pada saat ini sangat dikenal.
Para Astronom dari dunia Arab ini berhasil mengembangkan metode Ptolemaeus yang berbeda dengan gambaran Claudius Ptolemaeus tentang benda-benda luar angkasa. Teori inilah yang kemudian dikembangkan oleh Astronom Belanda, Copernicus, dan dianggap sebagai revolusi dalam ilmu astronomi.
Dilansir dari buku 147 Ilmuan Terkemuka Dalam Sejarah Islam karya Muhammad Gharib Gaudah diterjemahkan Muhyiddin Mas Rida Lc dan diterbitkan Pustaka Al-Kautsar.
Muhammad bin Musa al-Khawarizmi ikut andil dalam mengukur lingkaran bumi yang dilakukan pada masa Khalifah Al-Ma'mun (Tahun 813 - 833 Masehi).
Pengukuran itu dilakukan dengan cara menggunakan ilmu astronomi. Untuk tujuan itulah dibentuk dua tim yang terdiri dari para ilmuwan, salah satunya mengarah ke utara dan satunya mengarah ke selatan pada garis lintang yang sama. Setelah itu, masing-masing tim menentukan garis bujur di tempat tibanya dengan cara mengukur ketinggian bintang kutub.
Dari dua pengukuran itu, para ilmuwan Muslim kemudian menghitung derajatnya yang pada gilirannya dipergunakan untuk menghitung lingkaran bumi dan separuh wilayahnya dengan ketelitian yang melebihi pengukuran yang dilakukan oleh ahli matematika Yunani-Alexandria, Eratosthenes.
Abu Yusuf Ya'qub Al-Kindi mengamati posisi bintang, planet dan letaknya dari bumi. Dia memperingatkan dampaknya pada bumi, kemungkinan pengukurannya, penentuan pengaruhnya sebagaimana yang terjadi pada fenomena air pasang dan surut yang sangat berkaitan erat dengan posisi bulan. Dia memiliki pikiran yang cerdas dan keberanian ilmiah yang menjadikannya berani menghubungkan antara satu fenomena dengan fenomena alam lainnya di atas bumi, sehingga dapat menciptakan penemuan baru.
Di antara yang menakjubkan adalah bahwa seorang orientalis berkebangsaan Belanda, De Bour berpendapat setelah melihat tesis Al-Kindi bahwa hepotesanya tentang air pasang dan surut tentu didasarkan pada eksperimen. Bahkan Al-Kindi menulis 16 buku dan artikel di bidang astronomi.
Al-Khawarizmi dan Al-Kindi adalah contoh dari sekian banyak ilmuan Muslim lainnya. Banyak karya ilmuan Muslim yang menginspirasi dunia sains di Barat.